Selasa, 17 Oktober 2017

RISALAH NABI MUHAMMAD (Hadits Aqidah)



PENDAHULUAN
Muhammad SAW. adalah seorang  pembawa risalah Allah beliau adalah Nabi dan Rasul terakhir penutup segala Nabi, seorang Nabi yang bertugas menyampaikan firman Allah ke seluruh umat manusia. Muhammad adalah Nabi untuk sekalian umat dan segala zaman untuk melangkapi dan menyempurnakkan tugas Nabi-nabi sebelumnya. Allah SWT telah menegaskan Nabi Muhammad SAW. sebagai Rasul adalah personifikasi utuh dari agama, perintah dan kitabnya. Karena itu umat islam diwajibkan untuk mengikuti jejaknya. Sejalan dengan ini, perjalanan iman seseorang kepada Allah SWT. akan dianggap.
Kenabian adalah pemberian Allah yang tidak dapat diperoleh dengan usaha apapun juga. Oleh karena itu Nabi Muhammad SAW. menyampaikan dan menyebar luaskan agama yang diridhoi Allah SWT (Islam). bukan menyampaikan ajarannya sendiri, tetapi Islam bukanlah agama yang di dasarkan pada peribadi penyebarannya, melaikan Islam didasarkan hanya pada Allah. Muhammad SAW. dalam hal ini hanyalah seorang yang terpilih sebagai penyampai petunjuknya. Karena itu lebih sesuai untuk menyebut Islam sebagai Allahisme bukan Muhammadisme.



PEMBAHASAN
A.    Dasar Wajib Mengimani Risalah Nabi Muhammad SAW.
Hadis ke-153 dari Shahih Muslim, Kitab Iman, Bab Wajib Mengimani Risalah Muhammad SAW. Oleh Seluruh Manusia;

حَدَّثَنِي يُوْنُسُ بْنُ عَبْدِ الأَعْلَى أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ قَالَ وَأَخْبَرَنِي عَمْرٌو أَنَّ أَبَا يُوْنُسَ حَدَّثَهُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُوْدِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوْتُ وَلَمْ يُؤْمِنُ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ.[1]
Artinya:
            Yunus bin Abdul A’la telah memberitahukan kepada saya, Ibnu Wahab telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, dan Amr telah mengabarkan kepada saya, bahwasannya Abu Yunus telah memberitahukannya dari Abu Hurairah, dari Rasulullah SAW. Bahwasannya beliau bersabda, “Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya! Tidaklah seseorang mendengar dariku dari umat ini baik dia orang Yahudi atau Nasrani, kemudian dia mati dalam keadaan tidak beriman dengan apa yang telah aku diutus dengannya, melainkan dia termasuk penghuni Neraka.”

Keterangan Hadis:
            Terdapat juga perkataan Muslim yang mengatakan, “Yunus telah memberitahukan kepada saya, ia berkata, Ibnu Wahb telah memberitahukan kepada kami, ia berkata dan Amr telah mengabarkan kepada saya bahwa Abu Yunus telah memberitahukannya... maka lafaz, wa akhbarani Amr (Amr telah mengabarkan kepada saya) adalah diawali dengan huruf wawu (و حسنة) padanya terdapat keindahan sebuah sanad yaitu bahwa yunus pada waktu itu tidak hanya mendengar dari ibnu wahb satu hadis saja, tetapi banyak di antaranya adalah hadis ini. Namun, hadis ini dia riwayatkan bukan pada urutan yang pertama. Oleh sebab itu, Ibnu Wahb berkata dalam riwayat hadisnya yang pertama akhbarani amr bi kadza kemudian ia berkata wa akhbarani amr bi kadza, wa akhbarani bi kadza hingga akhir hadis-hadis tersebut. Maka jika memang yunus meriwayatkan dari Ibnu wahb bukan pada urutan pertama, maka pantaslah disebutkan seperti redaksi di atas yaitu qaala Ibnu wahb wa akhbarani Amr. Sedangkan jika tanpa huruf wawu pun, maka hal tersebut diperbolehkan, tetapi yang lebih baik adalah dengan mencatumkannya sebagaimana yang terdapat diatas, Abu Yunus namanya adalah Sulam bin Jubair.
            Dalam hadis ini pun, dijelaskan tentang penghapusan seluruh agama terdahulu bersamaan dengan datangnya risalah Nabi kita, Muhammad SAW. berdasarkan hadis ini juga dapat dipahami bahwa mereka yang belum tersentuh oleh dakwah Islam, maka hal tersebut ma’dzur (di maklumi). Hal ini sesuai dengan kaidah Ushul bahwa tidak ada hukum sebelum diturunkannya Syariat. Sabda beliau,     (لا يسمع بي أحد من هذه  (الأمّة “tidakkah seorang pun dari umatku ini mendengar dariku” maksudnya adalah orang-orang yang mendengar risalah Nabi Muhammad SAW. pada masa hidup beliau dan sesudahnya sampai hari kiamat. Oleh karena itu, semuanya wajib menaatinya. Sedangkan disebutkannya orang-orang Yahudi dan Nasrani adalah sebagai peringatan bagi umat selain keduanya. Selain itu, juga bahwa keduanya memiliki kitab suci, jadi bagi mereka yang memiliki kitab suci saja harus menaati Nabi Muhammad SAW. apalagi yang tidak memilikinya.

Pesan Mengenai Hadis Ini Adalah:
            Pertama, bahwa setiap Nabi telah diberi mukjizat yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, dan dengan mukjizat itulah manusia mengimani mereka.
            Kedua, bahwa yang telah diwahyukan kepadaku bukan sebuah Khayalan, Sihir, atau sesuatu yang mengandung Syubhat. Berbeda dengan mukjizat lainnya yang telah diberikan sebelum aku, yang terkadang muncul mirip sihir –meskipun bukan sihir –seperti tongkatnya nabi Musa Alaihisalam.
Ketiga, bahwa mukjizat para Nabi akan sirna bersama kematian mereka. Selain itu, mukjizat-mukjizat tersebut tidak akan diketahui, kecuali bagi mereka yang menyaksikannya. Sementara mukjizat Nabi Muhammad SAW. berlangsung terus menerus hingga hari kiamat ialah Al-Qur’an.[2]
B.     Wahyu Pertama Kali Turun
Hadis Ke-160 Dari Shahih Muslim, Kitab Iman, Bab Permulaan Turunnya Wahyu:
حَدَّ ثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ سَرْحٍ: أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ قَالَ: أَخْبَرَنِي يُونُوسُ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ حَدَّثَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيرِ أَنْ عَاءِيشَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صلى الله عليه  وسلّم أَخْبَرَتْهُ أَنَّهَا قَالَتْ: كَانَ أَوَّلُ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم مِنَ الوَحْيِ الرُّؤيَا الصَّادِقَةَ فِي النَّومِ فَكَانَ لَا يَرَى رُؤيَا اِلَّا جَاءَتْ مِثْلُ فَلَقِ الصُّبْحِ. ثُمَّ حُبِّبَ إِلَيْهِ الخَلَاءُ  فَكَانَ يَخلُو بِغَارِ حِرَاءٍ يَتَحَنَّثُ  فِيهِ،( وَ هُوَ التَّعَبُّدُ ) اللَّيَالِيَ اُولَاتِ العَدَدِ قَبلَ أَنْ يَرْجِعَ اِلَي أَهْلِهِ وَيَتَزَوَّدُ لِذَالِكَ ثُمَّ يَرْجِعُ أِلَى خَدِيجَةَ فَيَتَزَوَّدُ لِمِثْلِهَا حَتَّى فَجِئَهُ الحَقُّ وَهُوَ فِي غَارِ حِراءٍ، فَجَاءَهُ المَلَكُ فَقَالَ : اِقْرَأْ ! قَالَ: (مَا أَنَا بِقَارِئٍ) ! قال :  فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي حَتَّي بَلَغَ مِنِّي الجَهْدَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي, فَقَالَ : اقرأ !قَالَ قُلْتُ: (ما أنا بقارئ) ! قال :  فاخذني فغطّني الثانيةَ حتّي بَلَغَ منِّي الجَهْدَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي، فقال: اقرأ. فَقُلْتُ : قال (ما انا بقارئ )! قال: فأخذني فغطّني الثالثةَ حتَّي بلغ منِّي الجَهْدَ ثُمَّ أرْسَلَنِي،  فقال : ( اقرأ بآسم ربّك الّذي خلق، خلق الانسان من علق, اقرأ وربّك الأكرم , آّلذي علّم بالقلم , علّم الإنسان ما لم يعلم ) [ العلق: 1-5] فَرَجَعَ بِهَا رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم تَرجُفُ بَوَادِرُهُ حَتَّى دَخَلَ عَلَى خَدِيجَةَ فقال : (زَمَّلُونِي زَمَّلُونِي) فَزَمَّلُوهُ حَتَّى ذَهَبَ عَنهُ الرَّوْعُ. ثُمَّ قَالَ لِخَدِيجَةَ : أَيْ مَا لِي وَأَخْبَرَهَا الخَبَرَ قَالَ لَقَدْ خَشِيتُ عَلَى نَفْسِي قَالَتْ لَهُ خَدِيجَةُ كَلَّا أَبْشِرْ فَوَاللهِ لَا يُخْزِيكَ اللهُ أَبَدًا وَاللهِ إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ وَتَصْدُقُ الحَدِيثَ وَتَحْمِلُ الكَلَّ وَتَكْسِبُ المَعْدُومَ وَتَقْرِي الضَّيْفَ وَتُعِينُ عَلَى نَوَاءِبِ الحَقِّ فَانْطَلَقَتْ بِهِ خَدِيجَةُ حَتَّى أَتَتْ بِهِ وَرَقَةَ بْنَ نَوْفَلِ بْنِ أَسَدِ بْنِ عَبدِ العُزَّى وَهُوَ ابْنُ عَمِّ خَدِيجَةَ أَخِي أَبِيهَا وَكَانَ امْرَأً تَنَصَّرَ فِي الجَاهِلِيَّةِ وَكَانَ يَكْتُبُ الكِتَابَ العَرَبِيَّ وَيَكْتُبُ مِنَ الإِنْجِيْلِ بِالعَرَبِيَّةِ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَكْتُبَ وَكَانَ شَيْخًا كَبِيرًا قَدْ عَمِيَ فَقَالَتْ لَهُ خَدِيجَةُ  أَيْ عَمِّ اسْمَعْ مِنِ ابْنِ أَخِيكَ قَالَ وَرَقَةُ بْنُ نَوفَلٍ يَا ابْنَ أَخِي مَاذَا تَرَى فَأَخْبَرَهُ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم خَبَرَ مَا رَآهُ فَقَالَ لَهُ وَرَقَةُ هَذَا النَّامُوسُ الَّذِي أُنْزِلَ عَلىَ مُوسَ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ يَا لَيْتَنِي فِيْهَا جَذَعًا يَا لَيْتَنِي أَكُوْنُ حَيًّا حِيْنَ يُخْرِجُكَ قَوْمُكَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَوَ مُخْرِجِيَّ هُمْ قَالَ وَرَقَةُ نَعَمْ لَمْ يَأْتِ رَجُلٌ قَطُّ بِمَا جِئْتَ بِهِ إِلاَّ عُوْدِيَ وَإِنْ يُدْرِكْنِي يَوْمُكَ أَنْصُرْكَ نَصْرًا مُؤَزَّرًا.[3]

Artinya:
            Abu ath-Thahir Ahmad bin Amr bin Abdullah bin Amr bin Sarh telah memberitahukan kepada saya, Ibnu Wahb telah mengabarkan kepada kami, Yunus telah mengabarkan kepada saya, bahwasannya ‘Aisyah istri Nabi SAW. Telah mengabarkan kepadanya, bahwasannya ia berkata, “awal permulaan wahyu yang datang kepada Rasulullah SAW. Ialah mimpi yang benar di dalam tidur beliau, beliau tidak melihat sesuatu di dalam mimpinya melainkan ada sesuatu yang datang menyerupai fajar Subuh. Kemudian beliau menjadi sangat senang mengasingkan berkhalwat. Beliau berkhalwat di gua Hira untuk beribadah di sana pada malam-malam hari sebelum kembali kepada keluarganya, dan mengambil bekal untuk kepentingan itu. Kemudian beliau menemui Khadijah dan mengambil bekal seperti biasanya, hingga datang kebenaran dengan tiba-tiba tatkala beliau sedang berada di dalam gua Hira, malaikat mendatanginya sambil berkata, “Bacalah!” beliau menjawab, “aku tidak bisa membaca!” lalu dia mendekapku dengan kuat hingga menyesakkanku. Kemudian ia melepaskanku sambil berkata, “bacalah!” beliau berkata, saya katakan, “saya tidak bisa membaca.” Lalu dia mendekapku dengan kuat untuk kedua kalinya sehingga menyesakkanku. Kemudian ia melepaskanku sambil berkata, “bacalah!” lalu saya katakan, “saya tidak bisa membaca.!” Lalu dia mendekapku dengan kuat untuk ketiga kalinya sehingga menyesakkanku. Lalu melepaskanku sambil berkata, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Mulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS.Al-Alaq: 1-5).
            Kemudia Rasulullah SAW. Mengulangi bacaan tersebut, lalu dengan badan yang menggigil beliau pulang menemui Khadijah sambil berkata, “selimuti aku. “selimutilah aku.” Lalu mereka menyelimutinya sampai hilang ketakutannnya. Kemudian beliau berkata kepada Khadijah, “wahai Khadijah! Ada apa denganku? Lalu beliau menyampaikannya apa yang dialaminya. Beliau berkata, “sungguh saya merasa khawatir kepada diriku.” Lalu Khadijah berkata kepadannya, “tidak demikian. Bergembiralah. Demi Allah! Allah selamanya tidak akan menghinakanmu. Demi Allah! Karena sesungguhnya engkau suka menyambung silaturahmi, berkata jujur, ikut menanggung beban orang lain, memberi makan orang miskin, menjamu tamu, membantu orang yang menegakkan kebenaran.” Lalu Khadijah pergi bersama beliau menemui Waraqah bin Nufail bin Asad bin Abdul Uzza, dan dia adalah paman Khadijah, saudara laki-laki ayahnya, dia adalah seorang Nasrani pada masa Jahiliyyah, menulis buku dalam bahasa arab dan menulis Injil dalam bahasa arab seperti yang dikehendaki Allah untuk ia menulisnya.
            Dia adalah seseorang yang sudah tua dan buta. Khadijah berkata, “wahai paman! Dengarkanlah (cerita) putra saudara laki-lakimu ini.” Waraqah bin Nufail berkata, “wahai anak saudaraku! Apakah yang kamu lihat?” lalu Rasulullah SAW. Menceritakannya apa yang telah beliau lihat. Waraqah berkata kepadanya, “dia adalah Namus (jibril) yang pernah diturunkan Allah kepada Musa Shalallahu Alaihi Salam. Andaikan saja aku masih muda, andaikan saja aku masih hidup tatkala kaummu mengusirmu.” Rasulullah SAW. Berkata, “apakah mereka akan mengusirku?” Waraqah bin Nufail berkata, “ya. Tidaklah seorang pun membawa seperti yang engkau bawa melainkan ia akan dimusuhi. Andaikan aku masih hidup pada masamu nanti, tentu aku akan membantumu dengan mati-matian.”

Keterangan Hadis:
            Dalam bab ini terdapat hadis masyhur, dalam sanad disebutkan seorang perawi yang bernama Abu ath-Thahir bin As-Sarh. Bahwasannya Aisyah Radiyallahu Anha berkata, “awal permulaan wahyu yang datang kepada Rasulullah SAW. Ialah mimpi yang benar.  Hadis ini termasuk mursal shahabi. Karena Aisyah Ra. Tidak mengalami kejadian ini, bisa jadi dia telah mendengarnya dari Nabi atau sahabat.
            Ahli bahasa berkata,  فَلَقِ الصُّبْحِdan (faraqa shubhi) maknanya sama yaitu cahaya pada waktu suubuh. Akan tetapi, maksudnya di sini adalah untuk menerangkan mimpi yang jelas, nyata, dan terang. Al-Qadhi Rh. Mengatakan bahwa wahyu dimulai dengan mimpi agar malaikat tidak membuat Nabi terkejut. Sebab jika ia mendatanginya secara tiba-tiba dengan membawa berita kenabian di alam yang nyata, maka manusia tidak akan kuat mengendalikan dirinya. فَجِئَهُ الحَقُّ maksudnya adalah wahyu datang kepadanya dengan tiba-tiba, sementara beliau tidak menyadarinya. Kata “fajia” boleh dibaca dengan “fuji’ahu atau faja’ahu”. Demikianlah menurut Al-jauhari. تَرجُفُ بَوَادِرُهُ makna tarjufu adalah gemetar dan menggigil, makna asal dari kata ini adalah berguncang dengan keras. Abu Ubaid dan seluruh ahli bahasa arab serta mereka yang ahli dalam kosakata gharib mengatakan bahwa maknanya daging yang terletak diantara pundak dan bahu berguncang pada saat manusia merasa ketakutan. هَذَا النَّامُوسُ الَّذِي أُنْزِلَ عَلىَ مُوسَ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ makna dari namus adalah malaikat jibril Alaihisalam. Ahli bahasa dan ahli gharib al-hadis berkata, dari sisi bahasa maka an-namus artinya penyimpan rahasia yang baik, lawannya adalah al-jaasus adalah tukang mata-mata. Mereka juga sepakat bahwa jibril alaihisalam dinamakan an-namus, mereka juga sepakat bahawa jibril lah yang dimaksud oleh hadis ini. Al-harawi berkata, “dinamakan jibril dengan Namus, karena Allah Ta’ala mengkhususkan masalah-masalah ghaib dan wahyu kepadanya.
            أَوَ مُخْرِجِيَّ هُمْ yang merupakan jamak dari mukhraj. Kata tersebut dengan mentasydidkan huruf ya’ dan boleh juga tidak, seperti halnya firman Allah Ta’ala, (wa maa antum bimusrikhiyya). Dan kamu pun tidak dapat menolongku...(QS. Ibrahim:22). Sebenarnya kata mukhrijiyya terdiri dari dua huruf ya; huruf ya’ yang pertama adalah menunjukkan tentang jamak, sedangkan yang kedua adalah mukhatab. Difathahkannya huruf ya karena untuk memudahkan dalam membaca.

Pesan Mengenai Hadis Ini Adalah:
            Pertama, wahyu semata-mata diturunkan agar menjadi rujukan utama oleh semua manusia, dan wahyu yang pertama diturunkan adalah surat Al-Alaq: 1-5. Bahwa manusia harus dapat memahami dalam membaca.
            Kedua, memuji orang lain didepannya (rasulullah) demi suatu kemaslahatan yang dia pandang baik.
            Ketiga, anjuran untuk menghibur orang yang mendapatkan sesuatu yang ditakutinya dan memberikan kabar gembira kepadanya.
            Keempat, bahwa khalwat (menyepi), begitulah sifat orang-orang shalih dan hamba Allah yang arif. Dalam artian apabila merasakan kekosongan dalam jiwanya, maka Rasulullah lebih menyukai untuk menyendiri guna bertafakkur (berhenti sejenak dari menikmati kehidupan dunia).[4]



[1] Imam Abi Zakariyya Yahya bin Syarif An-nawawi Ad-dhamsyiqi, Syarah Shahih Muslim, Jami Al-Ajhar. Hlm. 134.
[2] Imam An-nawawi, Minhaj li Syarh Shahih Muslim, Darus sunah press. Hlm. 99-100.
[3] Opcit. 141-142.
[4] Imam An-nawawi, Minhaj Syarah Shahih Muslim, Darus Sunah Pres. Hlm. 121-138.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH TAFSIR KLASIK ( At Tibyan fi Tafsir Al Quran ) ( karya At Thusi )

PENDAHULUAN A.    Latar Belakang Tafsir menurut bahasan merupakan bentuk masdar dari fassara – yufassir – tafsiran yang berarti menjel...