PENDAHULUAN
Muhammad SAW. adalah seorang pembawa risalah Allah beliau adalah Nabi dan Rasul
terakhir penutup segala Nabi, seorang Nabi yang bertugas menyampaikan firman
Allah ke seluruh umat manusia. Muhammad adalah Nabi untuk sekalian umat dan
segala zaman untuk melangkapi dan menyempurnakkan tugas Nabi-nabi sebelumnya.
Allah SWT telah menegaskan Nabi Muhammad SAW. sebagai Rasul adalah
personifikasi utuh dari agama, perintah dan kitabnya. Karena itu umat islam
diwajibkan untuk mengikuti jejaknya. Sejalan dengan ini, perjalanan iman
seseorang kepada Allah SWT. akan dianggap.
Kenabian adalah pemberian Allah yang tidak dapat diperoleh dengan
usaha apapun juga. Oleh karena itu Nabi Muhammad SAW. menyampaikan dan menyebar
luaskan agama yang diridhoi Allah SWT (Islam). bukan menyampaikan ajarannya
sendiri, tetapi Islam bukanlah agama yang di dasarkan pada peribadi
penyebarannya, melaikan Islam didasarkan hanya pada Allah. Muhammad SAW. dalam
hal ini hanyalah seorang yang terpilih sebagai penyampai petunjuknya. Karena
itu lebih sesuai untuk menyebut Islam sebagai Allahisme bukan Muhammadisme.
PEMBAHASAN
A.
Dasar Wajib Mengimani Risalah Nabi Muhammad SAW.
Hadis ke-153 dari Shahih Muslim, Kitab Iman, Bab Wajib Mengimani
Risalah Muhammad SAW. Oleh Seluruh Manusia;
حَدَّثَنِي يُوْنُسُ بْنُ عَبْدِ الأَعْلَى أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ
قَالَ وَأَخْبَرَنِي عَمْرٌو أَنَّ أَبَا يُوْنُسَ حَدَّثَهُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ وَالَّذِي نَفْسُ
مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُوْدِيٌّ وَلَا
نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوْتُ وَلَمْ يُؤْمِنُ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ
مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ.[1]
Artinya:
Yunus bin Abdul
A’la telah memberitahukan kepada saya, Ibnu Wahab telah mengabarkan kepada
kami, ia berkata, dan Amr telah mengabarkan kepada saya, bahwasannya Abu Yunus
telah memberitahukannya dari Abu Hurairah, dari Rasulullah SAW. Bahwasannya
beliau bersabda, “Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya! Tidaklah
seseorang mendengar dariku dari umat ini baik dia orang Yahudi atau Nasrani,
kemudian dia mati dalam keadaan tidak beriman dengan apa yang telah aku diutus
dengannya, melainkan dia termasuk penghuni Neraka.”
Keterangan Hadis:
Terdapat juga
perkataan Muslim yang mengatakan, “Yunus telah memberitahukan kepada saya,
ia berkata, Ibnu Wahb telah memberitahukan kepada kami, ia berkata dan Amr
telah mengabarkan kepada saya bahwa Abu Yunus telah memberitahukannya...
maka lafaz, wa akhbarani Amr (Amr telah mengabarkan kepada saya) adalah
diawali dengan huruf wawu (و حسنة) padanya terdapat keindahan sebuah sanad yaitu bahwa yunus pada
waktu itu tidak hanya mendengar dari ibnu wahb satu hadis saja, tetapi banyak
di antaranya adalah hadis ini. Namun, hadis ini dia riwayatkan bukan pada
urutan yang pertama. Oleh sebab itu, Ibnu Wahb berkata dalam riwayat hadisnya
yang pertama akhbarani amr bi kadza kemudian ia berkata wa akhbarani
amr bi kadza, wa akhbarani bi kadza hingga akhir hadis-hadis
tersebut. Maka jika memang yunus meriwayatkan dari Ibnu wahb bukan pada urutan
pertama, maka pantaslah disebutkan seperti redaksi di atas yaitu qaala Ibnu
wahb wa akhbarani Amr. Sedangkan jika tanpa huruf wawu pun, maka hal
tersebut diperbolehkan, tetapi yang lebih baik adalah dengan mencatumkannya
sebagaimana yang terdapat diatas, Abu Yunus namanya adalah Sulam bin Jubair.
Dalam hadis ini
pun, dijelaskan tentang penghapusan seluruh agama terdahulu bersamaan dengan datangnya
risalah Nabi kita, Muhammad SAW. berdasarkan hadis ini juga dapat dipahami
bahwa mereka yang belum tersentuh oleh dakwah Islam, maka hal tersebut
ma’dzur (di maklumi). Hal ini sesuai dengan kaidah Ushul bahwa tidak ada
hukum sebelum diturunkannya Syariat. Sabda beliau, (لا يسمع بي أحد من هذه
(الأمّة “tidakkah seorang pun dari umatku ini mendengar dariku” maksudnya
adalah orang-orang yang mendengar risalah Nabi Muhammad SAW. pada masa hidup
beliau dan sesudahnya sampai hari kiamat. Oleh karena itu, semuanya wajib
menaatinya. Sedangkan disebutkannya orang-orang Yahudi dan Nasrani adalah
sebagai peringatan bagi umat selain keduanya. Selain itu, juga bahwa keduanya
memiliki kitab suci, jadi bagi mereka yang memiliki kitab suci saja harus
menaati Nabi Muhammad SAW. apalagi yang tidak memilikinya.
Pesan Mengenai Hadis Ini Adalah:
Pertama,
bahwa setiap Nabi telah diberi mukjizat yang berbeda antara satu dengan yang
lainnya, dan dengan mukjizat itulah manusia mengimani mereka.
Kedua, bahwa yang telah diwahyukan kepadaku bukan sebuah Khayalan, Sihir,
atau sesuatu yang mengandung Syubhat. Berbeda dengan mukjizat lainnya
yang telah diberikan sebelum aku, yang terkadang muncul mirip sihir –meskipun
bukan sihir –seperti tongkatnya nabi Musa Alaihisalam.
Ketiga, bahwa mukjizat
para Nabi akan sirna bersama kematian mereka. Selain itu, mukjizat-mukjizat
tersebut tidak akan diketahui, kecuali bagi mereka yang menyaksikannya.
Sementara mukjizat Nabi Muhammad SAW. berlangsung terus menerus hingga hari
kiamat ialah Al-Qur’an.[2]
B.
Wahyu Pertama Kali Turun
Hadis Ke-160 Dari Shahih Muslim, Kitab Iman, Bab Permulaan Turunnya
Wahyu:
حَدَّ ثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ عَبْدِ
اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ سَرْحٍ: أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ قَالَ: أَخْبَرَنِي
يُونُوسُ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ حَدَّثَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيرِ أَنْ عَاءِيشَةَ
زَوْجَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلّم أَخْبَرَتْهُ
أَنَّهَا قَالَتْ: كَانَ أَوَّلُ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم
مِنَ الوَحْيِ الرُّؤيَا الصَّادِقَةَ فِي النَّومِ فَكَانَ لَا يَرَى رُؤيَا اِلَّا
جَاءَتْ مِثْلُ فَلَقِ الصُّبْحِ. ثُمَّ حُبِّبَ إِلَيْهِ الخَلَاءُ فَكَانَ يَخلُو بِغَارِ حِرَاءٍ يَتَحَنَّثُ فِيهِ،( وَ هُوَ التَّعَبُّدُ ) اللَّيَالِيَ اُولَاتِ
العَدَدِ قَبلَ أَنْ يَرْجِعَ اِلَي أَهْلِهِ وَيَتَزَوَّدُ لِذَالِكَ ثُمَّ يَرْجِعُ
أِلَى خَدِيجَةَ فَيَتَزَوَّدُ لِمِثْلِهَا حَتَّى فَجِئَهُ الحَقُّ وَهُوَ فِي غَارِ
حِراءٍ، فَجَاءَهُ المَلَكُ فَقَالَ : اِقْرَأْ ! قَالَ: (مَا أَنَا بِقَارِئٍ) !
قال : فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي حَتَّي بَلَغَ
مِنِّي الجَهْدَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي, فَقَالَ : اقرأ !قَالَ قُلْتُ: (ما أنا بقارئ)
! قال : فاخذني فغطّني الثانيةَ حتّي بَلَغَ
منِّي الجَهْدَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي، فقال: اقرأ. فَقُلْتُ : قال (ما انا بقارئ )!
قال: فأخذني فغطّني الثالثةَ حتَّي بلغ منِّي الجَهْدَ ثُمَّ أرْسَلَنِي، فقال : ( اقرأ بآسم ربّك الّذي خلق، خلق الانسان
من علق, اقرأ وربّك الأكرم , آّلذي علّم بالقلم , علّم الإنسان ما لم يعلم ) [
العلق: 1-5] فَرَجَعَ بِهَا رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم تَرجُفُ بَوَادِرُهُ
حَتَّى دَخَلَ عَلَى خَدِيجَةَ فقال : (زَمَّلُونِي زَمَّلُونِي) فَزَمَّلُوهُ
حَتَّى ذَهَبَ عَنهُ الرَّوْعُ. ثُمَّ قَالَ لِخَدِيجَةَ : أَيْ مَا لِي
وَأَخْبَرَهَا الخَبَرَ قَالَ لَقَدْ خَشِيتُ عَلَى نَفْسِي قَالَتْ لَهُ
خَدِيجَةُ كَلَّا أَبْشِرْ فَوَاللهِ لَا يُخْزِيكَ اللهُ أَبَدًا وَاللهِ إِنَّكَ
لَتَصِلُ الرَّحِمَ وَتَصْدُقُ الحَدِيثَ وَتَحْمِلُ الكَلَّ وَتَكْسِبُ
المَعْدُومَ وَتَقْرِي الضَّيْفَ وَتُعِينُ عَلَى نَوَاءِبِ الحَقِّ فَانْطَلَقَتْ
بِهِ خَدِيجَةُ حَتَّى أَتَتْ بِهِ وَرَقَةَ بْنَ نَوْفَلِ بْنِ أَسَدِ بْنِ عَبدِ
العُزَّى وَهُوَ ابْنُ عَمِّ خَدِيجَةَ أَخِي أَبِيهَا وَكَانَ امْرَأً تَنَصَّرَ
فِي الجَاهِلِيَّةِ وَكَانَ يَكْتُبُ الكِتَابَ العَرَبِيَّ وَيَكْتُبُ مِنَ
الإِنْجِيْلِ بِالعَرَبِيَّةِ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَكْتُبَ وَكَانَ شَيْخًا كَبِيرًا
قَدْ عَمِيَ فَقَالَتْ لَهُ خَدِيجَةُ أَيْ
عَمِّ اسْمَعْ مِنِ ابْنِ أَخِيكَ قَالَ وَرَقَةُ بْنُ نَوفَلٍ يَا ابْنَ أَخِي مَاذَا
تَرَى فَأَخْبَرَهُ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم خَبَرَ مَا رَآهُ فَقَالَ لَهُ
وَرَقَةُ هَذَا النَّامُوسُ الَّذِي أُنْزِلَ عَلىَ مُوسَ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ
يَا لَيْتَنِي فِيْهَا جَذَعًا يَا لَيْتَنِي أَكُوْنُ حَيًّا حِيْنَ يُخْرِجُكَ قَوْمُكَ
قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَوَ مُخْرِجِيَّ هُمْ قَالَ وَرَقَةُ
نَعَمْ لَمْ يَأْتِ رَجُلٌ قَطُّ بِمَا جِئْتَ بِهِ إِلاَّ عُوْدِيَ وَإِنْ
يُدْرِكْنِي يَوْمُكَ أَنْصُرْكَ نَصْرًا مُؤَزَّرًا.[3]
Artinya:
Abu ath-Thahir Ahmad bin Amr bin Abdullah bin Amr bin Sarh telah
memberitahukan kepada saya, Ibnu Wahb telah mengabarkan kepada kami, Yunus
telah mengabarkan kepada saya, bahwasannya ‘Aisyah istri Nabi SAW. Telah
mengabarkan kepadanya, bahwasannya ia berkata, “awal permulaan wahyu yang
datang kepada Rasulullah SAW. Ialah mimpi yang benar di dalam tidur beliau,
beliau tidak melihat sesuatu di dalam mimpinya melainkan ada sesuatu yang
datang menyerupai fajar Subuh. Kemudian beliau menjadi sangat senang
mengasingkan berkhalwat. Beliau berkhalwat di gua Hira untuk beribadah di sana
pada malam-malam hari sebelum kembali kepada keluarganya, dan mengambil bekal
untuk kepentingan itu. Kemudian beliau menemui Khadijah dan mengambil
bekal seperti biasanya, hingga datang kebenaran dengan tiba-tiba tatkala beliau
sedang berada di dalam gua Hira, malaikat mendatanginya sambil berkata,
“Bacalah!” beliau menjawab, “aku tidak bisa membaca!” lalu dia mendekapku
dengan kuat hingga menyesakkanku. Kemudian ia melepaskanku sambil berkata,
“bacalah!” beliau berkata, saya katakan, “saya tidak bisa membaca.” Lalu dia
mendekapku dengan kuat untuk kedua kalinya sehingga menyesakkanku. Kemudian ia
melepaskanku sambil berkata, “bacalah!” lalu saya katakan, “saya tidak bisa
membaca.!” Lalu dia mendekapku dengan kuat untuk ketiga kalinya sehingga
menyesakkanku. Lalu melepaskanku sambil berkata, “Bacalah dengan (menyebut)
nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Mulia. Yang mengajar (manusia) dengan
pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS.Al-Alaq:
1-5).
Kemudia Rasulullah
SAW. Mengulangi bacaan tersebut, lalu dengan badan yang menggigil beliau pulang
menemui Khadijah sambil berkata, “selimuti aku. “selimutilah aku.” Lalu
mereka menyelimutinya sampai hilang ketakutannnya. Kemudian beliau berkata
kepada Khadijah, “wahai Khadijah! Ada apa denganku? Lalu beliau
menyampaikannya apa yang dialaminya. Beliau berkata, “sungguh saya merasa
khawatir kepada diriku.” Lalu Khadijah berkata kepadannya, “tidak
demikian. Bergembiralah. Demi Allah! Allah selamanya tidak akan menghinakanmu.
Demi Allah! Karena sesungguhnya engkau suka menyambung silaturahmi, berkata
jujur, ikut menanggung beban orang lain, memberi makan orang miskin, menjamu
tamu, membantu orang yang menegakkan kebenaran.” Lalu Khadijah pergi
bersama beliau menemui Waraqah bin Nufail bin Asad bin Abdul Uzza, dan dia
adalah paman Khadijah, saudara laki-laki ayahnya, dia adalah seorang Nasrani
pada masa Jahiliyyah, menulis buku dalam bahasa arab dan menulis Injil dalam
bahasa arab seperti yang dikehendaki Allah untuk ia menulisnya.
Dia adalah
seseorang yang sudah tua dan buta. Khadijah berkata, “wahai paman!
Dengarkanlah (cerita) putra saudara laki-lakimu ini.” Waraqah bin Nufail
berkata, “wahai anak saudaraku! Apakah yang kamu lihat?” lalu Rasulullah
SAW. Menceritakannya apa yang telah beliau lihat. Waraqah berkata kepadanya, “dia
adalah Namus (jibril) yang pernah diturunkan Allah kepada Musa Shalallahu
Alaihi Salam. Andaikan saja aku masih muda, andaikan saja aku masih hidup
tatkala kaummu mengusirmu.” Rasulullah SAW. Berkata, “apakah mereka akan
mengusirku?” Waraqah bin Nufail berkata, “ya. Tidaklah seorang pun
membawa seperti yang engkau bawa melainkan ia akan dimusuhi. Andaikan aku masih
hidup pada masamu nanti, tentu aku akan membantumu dengan mati-matian.”
Keterangan Hadis:
Dalam bab ini
terdapat hadis masyhur, dalam sanad disebutkan seorang perawi yang bernama Abu
ath-Thahir bin As-Sarh. Bahwasannya Aisyah Radiyallahu Anha berkata, “awal
permulaan wahyu yang datang kepada Rasulullah SAW. Ialah mimpi yang benar. Hadis ini termasuk mursal shahabi. Karena
Aisyah Ra. Tidak mengalami kejadian ini, bisa jadi dia telah mendengarnya dari
Nabi atau sahabat.
Ahli bahasa
berkata, فَلَقِ الصُّبْحِdan (faraqa
shubhi) maknanya sama yaitu cahaya pada waktu suubuh. Akan tetapi, maksudnya di
sini adalah untuk menerangkan mimpi yang jelas, nyata, dan terang. Al-Qadhi Rh.
Mengatakan bahwa wahyu dimulai dengan mimpi agar malaikat tidak membuat Nabi
terkejut. Sebab jika ia mendatanginya secara tiba-tiba dengan membawa berita
kenabian di alam yang nyata, maka manusia tidak akan kuat mengendalikan
dirinya. فَجِئَهُ الحَقُّ maksudnya adalah wahyu datang kepadanya dengan tiba-tiba,
sementara beliau tidak menyadarinya. Kata “fajia” boleh dibaca dengan “fuji’ahu
atau faja’ahu”. Demikianlah menurut Al-jauhari. تَرجُفُ بَوَادِرُهُ makna tarjufu adalah gemetar dan menggigil, makna asal dari
kata ini adalah berguncang dengan keras. Abu Ubaid dan seluruh ahli bahasa arab
serta mereka yang ahli dalam kosakata gharib mengatakan bahwa maknanya
daging yang terletak diantara pundak dan bahu berguncang pada saat manusia
merasa ketakutan. هَذَا
النَّامُوسُ الَّذِي أُنْزِلَ عَلىَ مُوسَ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ makna dari namus adalah
malaikat jibril Alaihisalam. Ahli bahasa dan ahli gharib al-hadis
berkata, dari sisi bahasa maka an-namus artinya penyimpan rahasia yang baik,
lawannya adalah al-jaasus adalah tukang mata-mata. Mereka juga sepakat
bahwa jibril alaihisalam dinamakan an-namus, mereka juga sepakat bahawa
jibril lah yang dimaksud oleh hadis ini. Al-harawi berkata, “dinamakan jibril
dengan Namus, karena Allah Ta’ala mengkhususkan masalah-masalah ghaib
dan wahyu kepadanya.
أَوَ مُخْرِجِيَّ هُمْ yang merupakan jamak dari mukhraj. Kata tersebut dengan
mentasydidkan huruf ya’ dan boleh juga tidak, seperti halnya firman Allah
Ta’ala, (wa maa antum bimusrikhiyya). Dan kamu pun tidak dapat
menolongku...(QS. Ibrahim:22). Sebenarnya kata mukhrijiyya
terdiri dari dua huruf ya; huruf ya’ yang pertama adalah menunjukkan
tentang jamak, sedangkan yang kedua adalah mukhatab. Difathahkannya
huruf ya karena untuk memudahkan dalam membaca.
Pesan Mengenai
Hadis Ini Adalah:
Pertama, wahyu semata-mata
diturunkan agar menjadi rujukan utama oleh semua manusia, dan wahyu yang
pertama diturunkan adalah surat Al-Alaq: 1-5. Bahwa manusia harus dapat
memahami dalam membaca.
Kedua, memuji orang lain didepannya (rasulullah) demi suatu kemaslahatan
yang dia pandang baik.
Ketiga, anjuran untuk menghibur orang yang mendapatkan sesuatu yang
ditakutinya dan memberikan kabar gembira kepadanya.
Keempat, bahwa khalwat (menyepi), begitulah sifat orang-orang shalih dan
hamba Allah yang arif. Dalam artian apabila merasakan kekosongan dalam jiwanya,
maka Rasulullah lebih menyukai untuk menyendiri guna bertafakkur (berhenti
sejenak dari menikmati kehidupan dunia).[4]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar