PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sebagai manusia, sudah
merupakan sifat alami kita untuk berpikir.Bahkan, yang membedakan manusia
dengan makhluk hidup lainnya adalah adanya dorongan untuk melakukan kegiatan
tersebut.Thinking being.Jadi, merupakan suatu yang wajar jika kita selalu
mempertanyakan setiap hal. Hal ini bahkan di… oleh filsuf yang terkenal dengan
quotationnya “Cogito ergo sum”, aku
berpikir, maka aku ada.Dari sini dapat kita lihat betapa pentingnya proses
berpikir bagi manusia.
Filsafat adalah ilmu yang
mempelajari tentang ……… di dalamnya dikaji hal-hal yang berkaitan dengan ……
beberapa hal yang dibahas di dalam filsafat adalah ontologi, epistemology dan
aksiologi.Ontologi adalah …. Yang berkenaan dengan “ada”. Sedangkan
epistemology …. Dan aksiologi adalah ….
Dalam makalah ini akan
dibahas konsep mengenai ontologi meliputi pengertian, istilah/jargon dalam
bidang ontologi,obyek ilmu dalam ontologi serta perkembangan manusia
menjelaskan fenomena alam.
B. Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang pemikiran di atas maka timbul pokok bahasan yang menjadi permasalahan, diantaranya sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan ontologi?
2. Apa
saja istilah-istilah dalam bidang ontologi?
3. Apa
saja obyek ilmu dalam ontologi?
4. Apa
saja aliran-aliran dalam ontologi?
5. Bagaimana
perkembangan manusia menjelaskan fenomena alam?
C. Tujuan
Penulisan
1. Tujuan
Umum
Diajukan
guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu, Dosen: Eri Kurniawan, S.Pd, MA,
Ph.D, pada program Pascasarjana Pendidikan Bahasa Inggris Universitas
Pendidikan Indonesia
2. Tujuan
Khusus
Adapun dari
uraian makalah ini diharapkan:
a. Mengetahui pengertian ontologi
b. Mengetahui
istilah-istilah dalam bidang ontologi
c. Mengetahui
obyek-obyek ilmu dalam ontologi
d. Mengetahui
aliran-aliran dalam ontologi
e. Mengetahui
perkembangan manusia dalam menjelaskan fenomena alam
D. Ruang
Lingkup Masalah
1. Pengertian
ontologi
2. Istilah
atau jargon dalam ontologi
3. Obyek-obyek
ontologi
4. Aliran-aliran
dalam ontologi
5. Perkembangan
manusia dalam menjelaskan fenomena alam
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Ontologi
Noeng
Muhadjir (2011) dalam Mukhtar Latif (2014:173) menjelaskan bahwa ontologi itu
ilmu yang membicarakan tentang the being;
yang dibahas ontologi yaitu hakikat realitas.Ontologi merupakan salah satu
diantara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno.Awal pemikiran
Yunani telah menunjukkan munculnya perenungan dibidang ontologi.Dalam ontologi
orang menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala
yang ada.Pertama kali orang dihadapkan pada persoalan materi (kebenaran), dan kedua
pada kenyataan yang berupa rohani (kejiwaan).Kedua realitas ini, yaitu lahir
dan batin, merupakan hakikat keilmuan manusia.Manusia memiliki dua sumber ilmu,
yaitu (1) ilmu lahir yang kasat mata dan bersifat observable, tangible, dan (2)
ilmu batin, metafisik yang tidak kasat mata.
Pembicaraan
tentang hakikat sangatlah luas, yaitu segala yang ada dan yang mungkin
ada.Hakikat yaitu realitas, artinya kenyataan yang sebenarnya. Pembahasan
ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab pertanyaan “apa itu ada”,
yang menurut Aristoteles merupakan the first philosophy dan merupakan ilmu
mengenai esensi dari fenomena di jagat raya ini, apa dan mengapa ada.
Selanjutnya
dikatakan Muhadjir dalam Mukhtar Latif (2014:175), pengertian ontologi menurut
bahasa berasal dari bahasa Yunani, yaitu ontos = being atau ada, dan logos =
ilmu. Jadi, ontologi adalah the theory of beingquq being (teori tentang
keberadaan sebagai keberadaan).Atau bisa juga disebut sebagai ilmu tentang yang
ada atau keberadaan itu sendiri.Maksudnya, satu pemikiran filsafat selalu
diandaikan berasal dari kenyataan tertentu yang bersifat ada atau yang sejauh
bisa diadakan oleh kegiatan manusia.Tegasnya, bila suatu pemikiran tidak
memiliki keberadaan (landasan ontologi) ataupun tidak mungkin pula untuk
diadakan, maka pikiran itu hanya berupa khayalan, dorongan perasaan subjektif,
atau kesesatan berpikir yang dapat ditolak atau disangkal kebenarannya.
Menurut
Suriasumantri (1985),Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui,
seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian mengenai
teori tentang “ada”. Telaah ontologis akan menjawab pertanyaan-pertanyaan :
a. apakah obyek ilmu yang akan ditelaah
b. bagaimana wujud yang hakiki dari
obyek tersebut, dan
c. bagaimana hubungan antara obyek tadi
dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang
membuahkan pengetahuan
Heidegger
(1981) mengatakan, istilah ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf
Goclenius pada 1936 M untuk menamai hakikat yang ada bersifat metafisis.Dalam
perkembangannya, Christian Wolf (1679-1754) membagi metafisika menjadi dua,
yaitu metafisika umum dan khusus. Metafisika umum yaitu istilah lain dari
ontologi. Dengan demikian, ontologi yaitu cabang ilmu filsafat yang membahas
tentang prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang
ada.Adapun metafisika khusus masih terbagi menjai kosmologi, psikologi dan
teologi.Ontologi cenderung dekat dengan metafisika, yaitu ilmu tentang
keberadaan dibalik yang ada.
Dua
pengertian ini merambah ke dunia hakikat suatu ilmu.Ontologi membahas masalah
ada dan tiada.Ilmu itu ada, tentu ada asal mulanya.Ilmu itu ada yang tampak dan
ada yang tidak tampak. Dengan berpikir ontologi, manusia akan memahami tentang
eksistensi suatu ilmu. Menurut Heidegger eksistensi membicarakan masalah ada,
misalnya manusia ada.Manusia ada ketika dia sadar diri, pada saat memahami
tentang “aku”.Ada semacam ini menjadi wilayah garapan ontologi keilmuan.
B.
Istilah
dalam ontologi
Sebagaimana
telah dikatakan filsafat dapat dipandang sebagai sejenis bahasa yang bertugas
sebagai alat yang membahas segala sesuatu.Sesuai dengan pendapat ini, maka
usaha pertama untuk memahami ontologi ialah menyusun daftar dan memberikan
keterangan mengenai sejumlah istilah dasar yang digunakan di dalamnya.
Di
antara istilah-istilah terpenting yang terdapat dalam bidang antologi ialah:
yang-ada (being), kenyataan (reality), eksistensi (existence), perubahan
(change), tunggal (one), jamak (many). Pertama-tama akan dibahas adalah isi
atau makna yang terkandung oleh istilah-istilah tersebut, termasuk di dalamnya,
sejumlah pernyatan yang menggunakan istilah-istilah tadi.
Ontologi
merupakan studi tentang realitas yang tertinggi. Adapun kajian ontologi meliputi yang ada
(being) dan yang nyata (realitas) maupun esensi dan eksistensi. Hal ini karena
realitas yang nyata merupakan bagian yang ada. Berikut ini akan di jelaskan
scope kajian ontologi antara lain :
a. Yang
ada (being)
Dalam
kehidupan sehari-hari, apa yang kita alami bukanlah hal yang kebetulan atau
terjadi dengan sendirinya. Hal itu merupakan mekanisme hukum alam. Oleh karena
itu. Oleh karena itu, tidak ada yang ada yang mengadakan dalam satu ada. Dengan
kata lain, tidak ada pencipta and penciptaan karena sebab akibat menyatu dalam
ada yang satu dan berada dalam ruang dan waktu yang sama.
Pada
prinsipnya ada itu ada dua hal yang dikaji yaitu mengenai subtansi dan
kejadian. Apa subtansi yang terkandung di dalam sesuatu dan serta sebaakbiat
dari suatu kejadian yang terjadi di
dunia ini.
b. Yang
nyata (realitas)
Masalah
realitas yang dapat dipahami dengan kenyataan bahwa nyata dan ada mempunyai
pengertian serupa. Kata ada kita pandang sebagai keragaman yang spesifik dan
prosedur ontologi yang pertama digunakan untuk membedakan apa yang sebenarnya
nyata atau ada eksistensinya dari apa yang hanya nampaknya saja seperti indah
atau tidaknya sesuatu, baik atau buruknya sesuatu, benar atau salahnya sesuatu
dan satu atau bermacam-macamnya sesuatu. Parmenides
(seorang filsuf) percaya bahwa realitas adalah suatu lingkaran sempurna yang
tidak bergerak, tidak berubah, dan tidak terbagi.
c. Esensi
dan Eksistensi
Dalam
setiap yang ada, baik yang nyata maupun tidak nyata selalu ada dua sisi di dalamnya,
yaitu sisi esensi dan eksistensi bagi yang gaib, sisi yang Nampak adalah
eksistensinya, sedangkan bagi yang ada yang kongkrit, sisi yang Nampak bisa
kedua-duanya yaitu esensi dan eksistensi. Dalam kehidupan manusia yang
terpenting adalah eksistensinya seperti kayu akan lebih bermakna ketika sebuah
kayu mempunyai eksistensinya sebagai meja, kursi. Eksistensi berada pada
hubungan yang kongkrit baik yang vertikal maupun horizontal dan bersifat aktual
dan eksistensinya berorientasi pada masa kini dan masa depan, sedangkan esensi
adalah kemasa laluan.
C.
Obyek-obyek
dalam ontologi
1. Apa
saja obyek dalam ontologi
Beberapa
ahli mengelompokkan obyek atau lapangan ilmu pengetahuan ke dalam ilmu
pengetahuan alam dan manusia.Beberapa cabang
ilmu pengetahuan memiliki obyek material yang sama yaitu manusia atau tingkah
laku manusia. Terdapat beberapa segi atau aspek dari tingkah laku manusia seperti
aspek-aspek biologis, psikologis, sosiologis, dan antropologis.Terdapat juga
aspek-aspek yang berkaitan dengan kehidupan manusia sebagai insan politik,
sebagai insan ekonomi, sebagai insan hukum atau sebagai insan sejarah.Namun,
untuk memahami konsep manusia, dapat juga dilakukan pendekatan-pendekatan
melalui ilmu-ilmu seperti psikologi, sosiologi dan antropologi.
Obyek dapat
dibedakan atas dua hal adalah sebagai berikut:
a.
Obyek material (material object), yaitu obyek atau
lapangan jika dilihat secara keseluruhan
b.
Obyek formal (formal object), yaitu obyek atau
lapangan jika dipandang menurut suatu aspek atau sudut tertentu saja. Seperti,
manusia sakit “untuk kedokteran”.
2. Hakekat
obyek telaah ilmu
Telaah
filsafat yang membahas tentang hal nyata adalah metafisika yang berasal dari
kata “meta” yang artinya sesudah, di belakang atau melampaui dan fisika yang
berarti nyata.Maka dari itu, metafisika berkaitan dengan hal-hal di belakang
dunia nyata. Metafisika akan membahas hal-hal yang di luar penangkapan
pancaindera.
3. Daya
tangkap manusia terhadap obyek ilmu
Daya
tangkap manusia terhadap kenyataan selalu berdasar pada asumsi. Sebelum memilih
asumsi yang akan digunakan, perlu dilakukan pengajuan pertanyaan-pertanyaan
yang berkaitan dengan:
a. Hokum-hukum
yang mengatur kejadian alam yang diasumsikan terdiri dari empat alternative
yaitu free will, deterministic, probabilistic dan nasib.
b. Cakupan
yang dipelajari ilmu, apakah berkaitan dengan seluruh umat manusia, hanya
individu tertentu atau hanya sebagian besar dari manusia.
c. Hukum
yang dikehendaki ilmu yang memiliki alternative yaitu mutlak atau probabilistik.
Sifat mutlak tidak dikehendaki oleh ilmu karena tidak realistis dan ilmu
bertugas untuk mengompromikan antara pilihan mutlak dengan individual. Dan ilmu
mempelajari hokum yang berkenaan dengan sebagian besar manusia.
d. Pengertian
probabilitas
Ilmu hanya memberikan peluang-peluang
kepastian dari kejadian peristiwa. Oleh karena itu, sifat ilmu mencakup:
·
Relatif atau tidak
mutlak
·
Memberi
pengetahuan sebagai dasar pengambilan keputusan
·
Memberi perspektif
penyedia jaminan
·
Memberi perspektif
perhitungan untung rugi
·
Memberi perspektif
risiko
·
Membantu manusia
secara pragmatis
e. Asumsi
yang digunakan ilmu
·
Asumsi merupakan
landasan terciptanya ilmu yang sistematik, konsisten dan analitik sesuai
kenyataan
·
Asumsi berperan
sebagai titik tolak pengembangan model, strategi, dan praktik suatu disiplin
ilmu
·
Perbedaan
pandangan terhadap obyek yang nyata karena terdapat perbedaan skala observasi.
f.
Spesialisasi
disiplin ilmu memberikan pembatasam pada asumsi yang spesialis pula untuk
pengetahuan yang analitis/mono disiplin, tapi tidak untuk pengetahuan yang
multidisiplin.
g. Aspek
dalam pengambilan asumsi meliputi relevansi dengan tujuan, teori dan
operasionalisasi yang disebut juga asumsi telaah keilmuan, hasil kesimpulan
dari kenyataan apa adanya yang disebut telaah moral dan keharusan untuk
dieksplisitkan.
D.
Aliran-aliran
dalam ontologi
1.
Monisme
Paham ini
menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu
saja, tidak mungkin dua, baik yang asal berupa materi ataupun rohani. Konsep
monisme seringkali dihubungkan dengan panteisme dan konsep Tuhan yang kekal. Paham ini kemudian
terbagi kedalam 2 aliran :
a.
Materialisme
Aliran
materialisme ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan
rohani. Aliran ini dipelopori oleh 3 Bapak filsafat, yaitu
o
Thales (624-546 SM)
Dia berpendapat
bahwa sumber asal adalah air karena pentingnya bagi kehidupan. Aliran ini
sering juga disebut naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan
dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi/alam, sedangkan jiwa /ruh
tidak berdiri sendiri.
o
Anaximander (585-525 SM)
Dia berpendapat
bahwa unsur asal itu adalah udara dengan alasan bahwa udara merupakan sumber
dari segala kehidupan. Dari segi dimensinya paham ini sering dikaitkan dengan
teori Atomisme. Menurutnya semua materi tersusun dari sejumlah bahan yang
disebut unsur. Unsur-unsur itu bersifat tetap tak dapat dirusakkan.
Bagian-bagian yang terkecil dari itulah yang dinamakan atom-atom.
o
Demokritos (460-370 SM)
Dia berpendapat
bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya, tak dapat di
hitung dan amat halus. Atom-atom inilah yang merupkan asal kejadian alam.
Dia berpendapat
bahwa segala sesuatu berasal dari api, dalam artian ssegala sesuatu sesalu
berubah-ubah.
b.
Idealisme
Idealisme diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam
jiwa. Aliran ini menganggap bahwa dibalik realitas fisik pasti ada sesuatu
yang tidak tampak. Bagi aliran ini, sejatinya sesuatu justru terletak
dibalik yang fisik. Ia berada dalam ide-ide, yang fisik bagi aliran ini
dianggap hanya merupakan bayang-bayang, sifatnya sementara, dan selalu menipu.
Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui dalam ajaran Plato (428-348 SM)
dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di dalam mesti ada idenya
yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati ruangan ini
hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu. Jadi, idelah yang menjadi
hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.
Beberapa posisi lainnya sukar untuk disatukan dengan kategori di atas,
termasuk:
1) Fungsionalisme,
seperti materialisme, percaya bahwa mental dapat direduksi menjadi fisik, tapi
juga percaya bahwa semua aspek kritis dari pikiran juga bisa direduksi menjadi
suatu lapisan netral tingkatan "fungsional". Sehingga keadaan mental
tidak perlu muncul dari neuron. Ini merupakan pendirian populer dari ilmu
kognitif dan kecerdasan buatan.
2) Eliminativisme yang
percaya bahwa pembicaraan mengenai mental akhirnya akan terbukti tidak ilmiah
dan ditinggalkan sepenuhnya. Seperti halnya kita tidak lagi mengikuti Yunani
kuno yang mengatakan bahwa segala sesuatu terbuat dari bumi, air, udara, atau
api, masyarakat masa depan tidak akan lagi membicarakan
"kepercayaan", "gairah", dan keadaan mental lainnya. Suatu
subkategori dari eliminativisme adalah behaviorismeradikal, pandangan yang
dianut B. F.
Skinner.
3) Monisme
anomali, posisi yang diusulkan oleh Donald Davidson pada tahun 1970an sebagai
suatu cara untuk menyelesaikan permasalahan jiwa-raga. Bisa juga dianggap
sebagai materialisme atau monisme netral. Davidson percaya bahwa hanya ada
persoalan fisik, tetapi objek dan kejadian mental adalah benar-benar ada dan
identik dengan (beberapa) persoalan materi. Tetapi materialisme mempertahankan
beberapa prioritas, seperti (1) Semua persoalan mental adalah bersifat fisik,
tetapi tidak semua hal fisik adalah mental, dan (2) (seperti dinyatakan John
Haugeland) Begitu kita menyingkirkan semua atom, tidak ada lagi yang tersisa.
Monisme ini secara luas dianggap sebagai kemajuan dibanding teori identitas
sebelumnya mengenai jiwa dan raga, karenatidak mengharuskan bahwa seseorang harus
bisa menyediakan metode aktual untuk mendeskripsikan ulang jenis entitas mental
dalam istilah materi murni. Tentu saja tidak ada metode demikian.
4) Monisme
refleksif, suatu posisi yang dikembangkan oleh Max Velmans pada tahun 2000,
sebagai suatu metode untuk mengatasi kesulitan yang berhubungan dengan agenda
penganut dualisme dan reduksionisme mengenai kesadaran, dengan melihat fenomena
fisik sebagaimana dipersepsi sebagai bagian dari isi kesadaran.
5) Monisme
dialektika, posisi yang percaya bahwa realitas adalah kesatuan dari
keseluruhan, tetapi menegaskan bahwa keseluruhan ini perlu mengekspresikan diri
secara dualistik. Untuk penganut monisme dialektika, kesatuan penting adalah
dua kutub saling melengkapi yang, walaupun bertentangan dengan realitas
mengenai pengalaman dan persepsi, tetapi penting dalam masalah transenden.
Filsuf
pasca-Socrates:
·
Neopythagorian
seperti Apollonius memusatkan kosmologi mereka pada Monad atau Satu.
·
Platonisme
pertengahan seperti Numenius yang mengekspresikan bahwa alam semesta berasal
dari Monad atau Satu.
·
Neoplatonisme juga
Monistik. Plotinus mengajarkan
adanya Tuhan yang transenden, Yang Maha Esa, yang menjadi sumber munculnya
realitas selanjutnya. Dari Tuhan muncul Nous, Psyche, dan Cosmos.
a.
Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai
asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani, benda dan roh, jasad
dan spirit. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri
sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan kehidupan
dalam alam ini.
Tokoh paham ini adalah Descartes (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak
filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran
(rohani) dan dunia ruang (kebendaan). Plato
dan Aristoteles berpendapat, dengan alasan berbeda, bahwa
"kecerdasan" seseorang (bagian dari budi atau jiwa) tidak bisa
diidentifikasi atau dijelaskan dengan fisik.
b.
Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.
Lebih jauh lagi paham ini menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari
banyak unsur.
Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles
yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4
unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara.
Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M) yang terkenal
sebagai seorang psikolog dan filosof Amerika. Dalam bukunya The Meaning
of Truth, James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak,
yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal
yang mengenal. Apa yang kita anggap benar sebelumnya dapat dikoreksi/diubah
oleh pengalaman berikutnya.
Pluralisme dapat dikatakan salah satu ciri khas masyarakat modern dan
kelompok sosial yang paling penting, dan mungkin merupakan pengemudi utama
kemajuan dalam ilmu pengetahuan, masyarakat dan perkembangan ekonomi.
c.
Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau
tidak ada. Doktrin tentang nihilisme sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno,
tokohnya yaitu Gorgias (483-360 SM) yang memberikan 3 proposisi tentang
realitas yaitu: Pertama, tidak ada sesuatupun yang
eksis, Kedua, bila sesuatu itu ada ia tidak dapat
diketahui, Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia
tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain. Tokoh modern
aliran ini diantaranya: Ivan Turgeniev (1862 M) dari Rusia dan Friedrich
Nietzsche (1844-1900 M), dengan pendapatnya bahwa dunia terbuka untuk kebebasan
dan kreativitas manusia. Ia dilahirkan di Rocken di Prusia dari keluarga
pendeta.
Pada prinsipnya, manusia hidup selalu membutuhkan pegangan, jika suatu
ketika manusia telah kehilangan peganganya. Secara garis besar, pegangan itu
biasanya diidentikan dengan tuhan. Jika kemudian ada wacana bahwa tuhan itu
telah mati, maka secara tidak langsung manusia akan tetap mencari pegangan itu.
Dengan wacana inilah bibit-bibit nihilisme lahir.
d.
Agnotisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda.
Baik hakikat materi maupun ruhani. Kata Agnoticisme berasal dari bahasa Greek
yaitu Agnostos yang berarti unknown. A artinya not, Gno
artinya know. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang
mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang
berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini
seperti FilsafatEksistensinya Soren Kierkegaar (1813-1855 M), yang
terkenal dengan julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme yang
menyatakan bahwa manusia tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum, tetapi
sebagai aku individual yang sama sekali unik dan tidak dapat
dijabarkan ke dalam sesuatu orang lain. Berbeda dengan pendapat Martin
Heidegger (1889-1976 M), yang mengatakan bahwa satu-satunya yang ada itu ialah
manusia, karena hanya manusialah yang dapat memahami dirinya sendiri. Tokoh
lainnya adalah, Jean Paul Sartre (1905-1980 M), yang mengatakan bahwa manusia
selalu menyangkal. Hakikat beradanya manusia bukan entre (ada),
melainkan a entre (akan atau sedang). Jadi, agnostisisme adalah paham
pengingkaran/penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda,
baik materi maupun ruhani.
Agnostisisme dapat dibagi menjadi beberapa kategori, beberapa di antaranya
dapat diperdebatkan. Variasinya termasuk:
o Agnostikateisme
Pandangan
mereka yang tidak percaya pada keberadaan dewa/Tuhan apapun, tetapi tidak
mengklaim tahu apakah dewa itu ada atau tidak ada.
o Agnostik teisme
Pandangan
mereka yang tidak mengaku tahu konsep keberadaan dewa/Tuhan apapun, tapi masih
percaya pada keberadaan tersebut.
o Apatis atau agnostisisme pragmatis
Pandangan
bahwa tidak ada bukti baik ada atau tidaknya dewa/Tuhan apapun, tapi karena
setiap dewa yang mungkin saja ada itu dapat bersikap tidak peduli kepada alam
semesta atau kesejahteraan penghuninya.
o Agnostisisme kuat (juga
disebut "keras", "tertutup", "ketat", atau
"agnostisisme permanen")
Pandangan
bahwa pertanyaan tentang ada atau tidak adanya dewa/Tuhan, dan sifat realitas
tidak dapat diketahui dengan alasan ketidakmampuan alamiah kita untuk
memverifikasi pengalaman dengan apapun selain pengalaman subyektif lain.
Seorang penganut agnostik kuat akan mengatakan, "Saya tidak bisa tahu
apakah dewa itu ada atau tidak, begitu juga kamu."
o Agnostisisme lemah (juga
disebut "lunak", "terbuka", "empiris", atau
"agnostisisme duniawi")
Pandangan
bahwa ada atau tidaknya setiap dewa saat ini tidak diketahui, tetapi belum
tentu untuk kemudian hari, sehingga orang akan menahan penilaian sampai muncul
bukti yang menurutnya bisa menjadi alasan untuk percaya. Seorang penganut
agnostik lemah akan berkata, "Saya tidak tahu apakah ada dewa ada atau
tidak, tapi mungkin suatu hari, jika ada bukti, kita dapat menemukan
sesuatu."
E.
Perkembangan
manusia dalam menjelaskan fenomena alam
1. Animisme
Animism
adalah sebuah kepercayaan terhadap makhluk halus dan roh.Kepercayaan animism
meyakini bahwa setiap benda di bumi ini seperti gua, pohon atau batu memiliki
ruh yang harus dihormati agar ruh tersebut tidak mengganggu manusia dan justru
membantu mereka.
2. Naturalisme
Naturalism
menafsirkan bahwa benda memiliki kekuatan
3. Democritus
Tafsiran
dari Democritus berkaitan dengan atom dan kehampaan dan berlandaskan pada
gejala yang ditangkap indera.
4. Mekanistik
Berkaitan
dengan kimia dan fisika, berlandaskan pemikiran bahwa benda terdiri dari
zat-zat
5. Vitalistik
Tafsairan
dari vitalistik adalah keunikan dan landasannya adalah pikiran dan kesadaran
6. Monistik
Tafsirannya
adalah energi dengan landasan elektrokimia
7. Dualistik
Memiliki
tafsiran berupa pikiran berlandaskan pemikiran bahwa pengalaman dan pengindraan
bersifat mental.
8. Empirik
Memiliki
tafsiran pikiran dengan alas an pikiran mengangkap dan menyimpan pengalaman
indra.
9. Idealistic
Tafsiran berupa persepsi dengan landasan
konsep bahwa setiap hal hanya berada dalam pikiran
KESIMPULAN
Penyusun
dapat menyimpulkan bahwa ontologi merupakan salah satu paham dalam filsafat
yang membicarakan tentang hakikat tentang segala sesuatu.
Dalam
ontologi ditemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran, yaitu monoisme,
dualisme, pluralisme, nihilisme, dan agnostisisme. Monoisme adalah paham yang
menganggap bahwa hakikat asalnya sesuatu itu hanyalah satu. Asal sesuatu itu
bisa berupa materi (air, udara, api) maupun ruhani (spirit, ruh). Dualisme
adalah aliran yang berpendapat bahwa asal benda terdiri dari dua hakikat yaitu
materi dan ruhani. Pluralisme adalah paham yang mengatakan bahwa segala hal
merupakan kenyataan. Nihilisme adalah paham yang tidak mengakui validitas
alternatif yang positif. Dan agnostisisme adalah paham yang mengingkari
terhadap kemampuan manusia dalam mengetahui hakikat benda.
Dalam
hal ini, ontologi meliputi hakikat kebenaran dan kenyataan yang sesuai dengan
pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari perspektif filsafat tentang apa
dan bagaimana yang “ada” itu. Adapun monoisme, dualisme, pluralisme,
nihilisme, dan agnostisisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologi
yang pada akhirnya menentukan pendapat dan kenyakinan kita masing-masing
tentang apa dan bagaimana yang “ada” itu. (what’s being )
DAFTAR
PUSTAKA
Bachtiar, Amsal.
2007. Filsafat Ilmu. Indonesia: RajaGrafindo Persada.
Dualisme. (2016).
Retrieved October 10, 2016. From https://id.wikipedia.org/wiki/Dualisme
Istilah-istilah
dasar dalam bidang ontologi.Retrieved October 15, 2016. From https://abraham4544.wordpress.com/umum/ontologi/
Komar, Oong. Filsafat Ilmu. Bandung
Latif,
Mukhtar. 2014. Orientasi ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu. Indonesia:
Prenadamedia Group
Monisme. (2016).
Retrieved October 10, 2016. From https://id.wikipedia.org/wiki/Monisme
Nihilisme. (2016).
Retrieved October 10, 2016. From https://id.wikipedia.org/wiki/Nihilisme
Objek Ontologi
Ilmu. Retrieved October 17, 2016. From http://henker17.blogspot.co.id/2014/07/objek-ontologi-ilmu.html
Ontologi.Retrieved
October 15, 2016. From
https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/06/11/ontologi-pengetahuan-filsafat-2/
Surajiyo. 2009. Ilmu FIlsafat Suatu
Pengantar. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar