Semua berawal dari titik nol. Keberadaan kita di titik nol adalah tanda bahwa kita memang ada.Hanya yang tidak mengawali sesuatu sajalah yang berada di titik kosong. Dan kosong itu adalah lammbang ketiadaan. Mulailah, niscaya kau akan ada.
Selasa, 17 Oktober 2017
ILMU MATAN
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لاَ يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمُ المَوْتَ مِنْ ضُرٍّ أَصَابَهُ، فَإِنْ كَانَ لاَ بُدَّ فَاعِلًا، فَلْيَقُلْ: اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الحَيَاةُ خَيْرًا لِي، وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الوَفَاةُ خَيْرًا لِي
“Janganlah seseorang di antara kalian mengharapkan kematian karena tertimpa kesengsaraan. Kalaupun terpaksa ia mengharapkannya, maka hendaknya dia berdoa, “Ya Allah, berilah aku kehidupan apabila kehidupan tersebut memang lebih baik bagiku dan matikanlah aku apabila kematian tersebut memang lebih baik untukku.”
Syarah hadist
A. Takhrij Hadist
Hadist di atas termaktub dalam beberapa kitab hadits dengan redaksi dan periwayat yang berbeda-beda, yaitu :
1. Kitab Shahih Bukhori
5671 - حَدَّثَنَا آدَمُ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، حَدَّثَنَا ثَابِتٌ البُنَانِيُّ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لاَ يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمُ المَوْتَ مِنْ ضُرٍّ أَصَابَهُ، فَإِنْ كَانَ لاَ بُدَّ فَاعِلًا، فَلْيَقُلْ: اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الحَيَاةُ خَيْرًا لِي، وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الوَفَاةُ خَيْرًا لِي "
2. Kitab Shahih Muslim
10 - (2680) حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ يَعْنِي ابْنَ عُلَيَّةَ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ، عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَا يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمُ الْمَوْتَ لِضُرٍّ نَزَلَ بِهِ، فَإِنْ كَانَ لَا بُدَّ مُتَمَنِّيًا فَلْيَقُلْ: اللهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي، وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِي "
11 - (2680) حَدَّثَنِي حَامِدُ بْنُ عُمَرَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ، حَدَّثَنَا عَاصِمٌ، عَنِ النَّضْرِ بْنِ أَنَسٍ، وَأَنَسٌ يَوْمَئِذٍ حَيٌّ قَالَ أَنَسٌ: لَوْلَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لَا يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمُ الْمَوْتَ» لَتَمَنَّيْتُهُ
3. Kitab Sunan Abi Daud
3108 - حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ هِلَالٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ صُهَيْبٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَا يَدْعُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِالْمَوْتِ لِضُرٍّ نَزَلَ بِهِ، وَلَكِنْ لِيَقُلْ: اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي، وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِي "
3109 - حدَّثنا محمد بن بشّار، حدَّثنا أبو داودَ الطيالسي، حدَّثنا شعبةُ، عن قتادةَ عن أنس بن مالك، أن النبيَّ -صلَّى الله عليه وسلم- قال: "لا يَتَمنَّينَّ أحدُكمُ الموتَ"
4. Kitab Musnad Ahmad
7568 - حدثنا أبو كامل، حدثنا إبراهيم - ويعقوب [حدثنا أبي]، حدثنا ابن شهاب، عن عُبيد الله بن عبد الله، عن أبي هريرة، قال: قالرسول الله -صلي الله عليه وسلم -: "لا يتمنين أحدكم الموت، إما محسن، فلعله يزداد خيرًا، وإمامسيء، لعله يستعتب"
5. Kitab Sunan An Nasa’i
7475 - أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ صُهَيْبٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَا يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمُ الْمَوْتَ لِضُرٍّ نَزَلَ بِهِ، فَإِنْ كَانَ لَا بُدَّ مُتَمَنِّيًا فَلْيَقُلْ: «اللهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِي»
10831 - أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ صُهَيْبٍ، أَنَّهُ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ، يُحَدِّثُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " لَا يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمُ الْمَوْتَ لِضُرِّ نَزَلَ بِهِ، فَإِنْ كَانَ لَا بُدَّ فَاعِلًا فَلْيَقُلِ: اللهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي، وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِي "
10833 - أَخْبَرَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ: أَخْبَرَنَا النَّضْرُ، قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، قَالَ: حَدَّثَنِي عَلِيُّ بْنُ زَيْدٍ، قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ، يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " لَا يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمُ الْمَوْتَ - أَوْ قَالَ: الْمُؤْمِنُ الْمَوْتَ - فَإِنْ كَانَ لَا بُدَّ فَاعِلًا فَلْيَقُلِ: اللهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي، وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِي "
B. Kuwalitas Hadist
Kuwalitas hadist ini shahih menurut ijma’ ulama’ ahli hadist. Adapun sebab turunya hadist ini masih belum ditemukan.
C. Penjelasan Hadist
Kandungan Faidah-Faidah Hadits:
Pertama Diharamkan mengharapkan kematian. Terdapat larangan-larangan yang secara jelas disebutkan dalam hadits Khobbab bin al-Aratt radhiallahu’anhu, menurut riwayat Al-Bukhari no. 5672, bahwa dia pernah disiksa dengan besi panas sampai tujuh kali dan dia berkata:
لَوْلاَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهاَنَا أَنْ نَدْعُوَ بِالْمَوْتِ لَدَعَوْتُ بِهِ
“Seandainya saja Rasulullah Shollallahu’alaihi wassalam tidak melarang kami berdoa memohon kematian, niscaya aku akan memanjatkannya.” (Shohih Shohih Al-Bukhari no. 5672).
Namun jika seorang hamba merasa takut atas dirinya terkena fitnah atau takut akan malapetaka menimpa agamanya, maka dibolehkan baginya memanjatkan doa itu, tetapi harus dilakukan seperti yang diajarkan oleh Rasulullah Shollallahu’alaihi wassalam dalam hadits Anas tersebut.
Kedua Tidak diragukan lagi bahwa kehidupan seorang mukmin adalah lebih baik baginya. Sebab, jika dia meninggal, maka akan terputus semua amalnya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari hadits Abu Hurairah radhiallahu’anhu, dari Rasulullah Shollallahu’alaihi wassalam, beliau bersabda :
لاَ يَتَمَنَّ أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ وَلاَ يَدْعُ بِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُ إِنَّهُ إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ انْقَطَعَ عَمَلُهُ ، وَ إِنَّهُ لاَ يَزِيْدُ الْمُؤْمِنَ عُمْرُهُ إِلاَّ خَيْراً
“Janganlah salah seorang diantara kalian mengharapkan kematian dan jangan pula berdoa mengharapkannya sebelum tiba waktunya. Sebab, jika salah seorang di antara kalian meninggal dunia, maka akan terputus amalnya. Sesungguhnya tidaklah seorang mukmin bertambah umurnya melainkan berupa kebaikan.” ( Shohih Shohih Muslim no. 2682)
Dimakruhkannya mengharap kematian itu tidak berarti benci untuk bertemu Allah. Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah radhiallahu’anha, dia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi wassalam telah bersabda:
مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللهِ أَحَبَّ اللهُ لِقَاءَهُ ،وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللهِ كَرِهَ اللهُ لِقاَءَهُ ، فَقُلْتُ : يَا نَبِيَّ اللهِ أَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ ؟ فَكُلُّنَا نَكْرَهُ الْمَوْتَ ، فَقَالَ : لَيسَ كَذَلِكَ ، وَلَكِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا بُشِّرَ بِرَحْمَةِ اللهِ وَ رِضْوَانِهِ وَ جَنَّتِهِ أَحَبَّ لِقَاءَ اللهِ فَأَحَبَّ اللهُ لِقَاءَهُ ، وَ إِنَّ الْكَافِرَ إِذَا بُشِّرَ بِعَذَابِ الله ِ وَ سَخَطِهِ كَرِهَ لِقَاءَ اللهِ وَ كَرِهَ اللهُ لِقَاءَهُ
“Barangsiapa yang senang bertemu dengan Allah, maka Allah akan senang pula bertemu dengannya. Dan barangsiapa yang membenci pertemuan dengan Allah, maka Allah pun akan membenci pertemuan dengannya.” Lalu kutanyakan: “Wahai Nabi Allah, apakah itu yang dimaksud dengan karahiyatul maut (benci kematian)? Bukankah setiap dari kita benci kematian?” Beliau menjawab: “Bukan itu yang dimaksud. Namun, seorang mukmin jika disampaikan berita gembira tentang rahmat, keridhoan dan Surga Allah, maka dia akan sangat menyukai pertemuan dengan Allah, sehingga Allah pun senang bertemu dengannya. Dan sesungguhnya seorang kafir jika diberitahu tentang adzab dan kemurkaan Allah, maka dia akan sangat membenci pertemuan dengan Allah dan Allah pun tidak menyukai pertemuan dengannya.” ( Shohih Shohih Muslim no.2684 dan At-Tirmidzi no. 1067)
Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu’anha memberikan penekanan terhadap makna hadits ini yaitu, ketika ditanya mengenai tafsir hadits ini, beliau berkata,
وَلَيْسَ بالَّذِيْ تَذْهَبُ إِلَيْهِ ، وَلَكِنْ إِذَا شَخَصَ البَصَرُ وَ حَشْرَجَ الْصَدْرُ وَاقْشَعَرَّ الْجِلْدُ وَ تَشَنَجَتِ الأَصَابِعُ فَعِنْدَ ذَلِكَ مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللهِ أَحَبَّ اللهُ لِقَاءَهُ وَ مَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللهِ كَرِهَ اللهُ لِقاَءَهُ
Bukan seperti yang kamu fahami, akan tetapi yang dimaksud adalah: “Jika mata telah terbelalak, ruh telah sampai di dada, kulit telah merinding dan jari jemari telah menjadi kaku , pada saat itulah , barangsiapa yag benci bertemu Allah, maka Allah pun benci betemu dengannya.” ( Shohih Shohih Muslim no. 2685)
Imam An-Nawawi dalam Kitab Syarahnya terhadap Shohih Muslim XVII/12 (cet. Daarul Ma’rifah th. 1426 H) mengatakan: “Penghujung hadits ini menafsirkan permulaannya dan menjelaskan hadits-hadits mutlak lainnya tentang makna ‘Orang yang rindu bertemu Allah dan yang benci bertemu dengan Allah.”
Makna hadits ini bahwa kebencian yang terjadi pada saat naza’ yaitu ketika taubat dan amalan lain seseorang sudah tidak diterima lagi. Pada saat itu, setiap orang diberitahu apa yang akan dijalaninya dan apa yang telah dipersiapkan untuknya, serta dibukakan baginya semuanya itu. Jadi,orang-orang yang berbahagia dan menyukai kematian serta pertemuan dengan Allah, berharap mereka dapat pindah kepada apa yang telah dijanjikan kepada mereka, maka Allah juga menyukai pertemuan dengan mereka dan Dia akan memberikan kepada mereka pemberian yang melimpah dan kemuliaan. Sedangkan orang-orang yang sengsara, mereka akan sangat benci pertemuan dengan Allah karena mereka mengetahui kejelekan tempat kembali mereka, maka Allah pun sangat membenci pertemuan dengan mereka dan menjauhkan mereka dari rahmat dan kemuliaan-Nya.
Ketiga Keharusan bersabar dalam menjalani cobaan dan tidak gelisah, sebab kegelisahan merupakan salah satu bentuk perlawanan (ketidakrelaan) terhadap takdir Allah.
Keempat Seorang hamba yang mukmin hendaknya menyerahkan semua urusannya kepada Allah. Hal itu merupakan buah dari keimanannya kepada Allah sebagai Rabb Yang Maha Kuasa Lagi Maha Pemberi Rezki.
Kelima Seorang hamba yang mukmin hendaknya senantiasa berusaha mempersiapkan diri untuk kehidupan akhiratnya dengan memperbanyak amalan sholeh dan tidak melakukan kesyirikan. Hal ini sebagaimana firman Allah:
فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Rabbnya (QS. Al-Kahfi: 110)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
MAKALAH TAFSIR KLASIK ( At Tibyan fi Tafsir Al Quran ) ( karya At Thusi )
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tafsir menurut bahasan merupakan bentuk masdar dari fassara – yufassir – tafsiran yang berarti menjel...
-
Pengertian Kaidah Ghairu Asasi Kaidah ghairu asasi termasuk dalam kategori kaidah fikih, bukan kaidah ushul. Kaidah fikih adalah kaid...
-
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat - NYA sehingga makalah ini dapat tersusun...
-
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tafsir menurut bahasan merupakan bentuk masdar dari fassara – yufassir – tafsiran yang berarti menjel...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar