PENDAHULUAN
Perhatian Sayyid Ahmad Khan terhadap pendidikan umat Islam memang
besar, tetapi pengaruhnya tidak terbatas dalam bidang pendidikan saja. Melalui
buku karangannya dan tulisan-tulisannya di Tahzib Al-Akhlaq ide-ide pembaharuan
yang dicetuskan menarik perhatian golongan terpelajar Islam India.
Penafsiran-penafsiran baru yang diberikannya terhadap ajaran-ajaran Islam lebih
dapat diterima golongan terpelajar ini daripada tafsiran-tafsiran lama. Sayyid
Ahmad Khan dilahirkan di Delhi tanggal 17 oktober 1817 dan menurut keterangan
ahmad khan berasal dari keturunan Husain, cucu Nabi Muhammad melalui Fatimah
bin Ali. Neneknya Sayyid Hadi, adalah pembesar istana dizaman Alamghir II
(1754-1759).
Ia mendapat pendidikan tradisional dalam pengetahuan agama. Selain
bahasa arab, ia juga belajar bahasa Persia dan sejarah. Ia orang yang rajin
membaca dan selalu memperluas pengetahuan dengan menelaah berbagai bidang ilmu
pengetahuan. Sewaktu berusia 18 th, ia memasuki lapangan pekerjaan pada serikat
India Timur. Kemudian bekerja sebagai hakim. Di tahun 1846, ia pulang kembali
ke Delhi. Ia pulang kembali untuk meneruskan studi. Selain pekerjaan itu, ia
juga amat cakap dalam menulis dan mengarang. Salah satu karyanya yang
mengantarkan namanya menjadi terkenal adalah Ahtar Al-Sanadid.
Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa peningkatan kedudukan umat
Islam India, dapat diwujudkan hanya dengan bekerja sama dengan Inggris. Inggris
telah merupakan penguasa yang teruat di India dan menentang kekuasaan itu tidak
akan membawa kebaikan bagi umat Islam India. Hal ini akan membuat mereka tetap
mundur dan akhirnya akan jauh ketinggalan dari masyarakat Hindhu India.
Rumusan Masalah
Bagaimana riwayat hidup Sayyid Ahmad Khan?
Jelaskan ide-ide pemikiran Sayyid Ahmad Khan?
Apa saja pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan Sayyid Ahmad Khan?
Tujuan Masalah
Untuk mengetahui riwayat hidup Sayyid Ahmad Khan.
Untuk mengetahui ide-ide pemikiran Sayyid Ahmad Khan.
Untuk mengetahui pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan Sayyid
Ahmad Khan?
PEMBAHASAN
1.
BIOGRAFI SIR SAYYID AHMAD KHAN
Sir sayyid ahmad khan lahir di Delhi pada tahun 1817 M (1232 H) dan
meninggal dunia pada 27 Maret 1898 M (1315 H) dalam
usia 81 tahun, dari keluarga terpandang-sekalipun miskin yang memiliki
hubungan kuat dengan pemerintahan mongol. Berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad melalui Fatimah
dan Ali, oleh karena itu ia boleh
memakai gelar sayyid. Neneknya,
Sayyid Hadi, adalah pembesar istana di zaman Alamghir (1754-1759).[1] Dia
dibesarkan dalam lingkungan tasawwuf. Di masa kecilnya, dia telah mempelajari al-Qur`an,
bahasa arab dan persia. Akan tetapi, tidak lama kemudian ia membenci pelajaran
tersebut dan meninggalkannya. Kemudian ia mempelajari matematika dan
astronomi kepada salah seorang anggota keluarganya. Akan tetapi ia pun membenci
pelajaran yang kedua seperti ia membenci pelajaran yang pertama. Akhirnya dia
terputus belajar pada umur 18 tahun. Kehidupan remajanya penuh hura-hura, ia
sering menghadiri pesta dansa dan lagu, yang tersebar di lingkungan pergaulannya.
Pada tahun 1837 sayyid ahmad khan bekerja kepada pemerintah Inggris
sebagai sheristadar (pembaca). Bahadur shah, raja mughal terakhir,
menawari jabatan seperti kakeknya dan akan memberi posisi tinggi di pengadilan,
tetapi terganjal dengan menjelang runtuhnya kekuasaan Mughal, dia lebih memilih
bekerja untuk Inggris.[2] Pada
usia 22 tahun, peristiwa kematian ayahnya
pada 1838 M membawa perubahan besar dalam hidupnya. Kenyataan ini berdampak
sikologi dan financial terhadap keluarganya, akhirnya dia terpaksa
bekerja pada pemerintahan Inggris dibagian pengadilan meskipun keluarganya tidak menyetujuinya, karena di
antara mereka masih ada perasaan anti Inggris. Tahun 1846 ia kembali ke Delhi untuk melanjutkan pendidikannya. Suatu ketika dia sadar, kemudian mulai mengubah dan memperbaiki
kehidupannya. Dia mulai belajar lagi, kemudian mulai menyusun beberapa buku,
antara lain tentang sirah nabawiyah dan tarikh.[3]
PERISTIWA
PEMBERONTAKAN 1857
Malapetaka
hebat yang melanda India, yaitu pemberontakan pada tahun 1857. Saat itu Inggris
merupakan penguasa terkuat di India. Peristiwa tersebut bermula sebagai
perlawanan terhadap akumulasi penghinaan pemerintahan Inggris. Warga Hindu dan
Muslim yang direkrut dalam pasukan Inggris, yakni pasukan meerut, menolak
penggunaan senjata dan peluru Enfield yang terbaru, sebab berkembang isu bahwasanya
peluru tersebut dilapisi dengan minyak babi dan minyak sapi, dan mereka merasa
bahwa ini adalah sebuah penghinaan terhadap agama lain. Namun, isu peluru itu sekedar
sebuah simbol antagonisme politik dan kultural. Sebagian pihak beranggapan
bahwa pemberontakan itu terjadi karena adanya sebuah keinginan masyarakat India
untuk mendirikan sekolah pendidikan di India. Kebanyakan para negarawan
menyetujui adanya pendidikan tingkat tinggi dan menganggapnya sebagai kewajiban
pemerintah, sementara sebagian kecil diantara mereka bersikap menentang
terhadapnya.[4]
Sementara
itu, dikalangan umat Hindu timbul pula rasa tidak senang terhadap Inggris. Masyarakat
Hindu merupakan masyarakat yang kuat mempertahankan agama dan tradisi. Inggris
disamping urusan dagang, juga berusaha untuk menanamkan kebudayaan barat ke
dalam masyarakat Hindu. Ini akan merusak tradisi dan mengubah struktur sosial
yang ada pada waktu itu. Inggris juga membuka sekolah-sekolah yang didalamnya
diajarkan bahasa Inggris dan ide-ide baru yang berasal dari Barat. Pendidikan
Inggris ini merusak keyakinan pemuda Hindu.
Rasa
tidak senang itu juga timbul dikalangan prajurit-prajurit Hindu yang menjadi
tentara Inggris. Dengan golongan ini, pemuka-pemuka Gerakan Mujahidin
mengadakan kontak dan sepakat untuk menentang Inggris. Selain itu, juga
tercapai kesepekatan untuk mengaku Bahadur Syah, Raja Mughal di Delhi, sebagai
Raja seluruh India.
Pasukan
Hindu yang berpusat di Meerut pada tanggal 10 mei 1857 mengangkat senjata
melawan Inggris. Mereka membunuh perwira-perwira Inggris yang memimpin pasukan.
Pada akhirnya Delhi dapat dikuasai dan mereka mengangkat Bahadur Syah sebagai
raja India. Kemudian pada tahun 1857 pecahlah pemberontakan terhadap kekuasan
Inggris.[5]
Pemberontakan
mutiny tidak hanya melibatkan tentara India yang bekerja pada British East
India Compaany, tetapi juga melibatkan kelas atasan Muslim dan Hindu di
India tengah dan utara. Bagi kelas ini kerugian yang ditimbulkan oleh
pemerintah Inggris semakin berat. Karena pihak Inggris terus menerus merusak
wilayah penting di India, dan mengancam keberadaan aristokrasi lama india,
Hindu dan Muslim, yang akan digantikan oleh pejabat-pejabat Inggris. Beberapa
kebijakan Inggris juga menimbulkan pajak yang berat dan perampasan perkebunan.
Dan hal penting lainnya adalah ancaman terhadap nilai-nilai kultral dan sosial
India. Yaitu Inggris memperkenalkan bahasa Inggris dan pendidikan barat.
Pandangan Inggris terhadap poligami, perbudakan, dan kebebasan wanita; perlawanan
Inggris terhadap sistem kasta, dan terhadap beberapa praktek agama Islam dan
Hindu; campur tangan Inggris terhadap pelaksanaan hukum Muslim, dan akhirnya
semakin gencarnya penyebaran agama kristen oleh para missionaris. Semua ini
megancam martabat, pola kehidupan suci, dan kepentingan politik dan ekonomi
kalangan elite India.[6]
Namun
pemberontakan ini mengalami kegagalan, pemuka-pemukanya ditangkap dan dibuang.
Walaupun golongan Hindu yang memulai pemberontakan, Inggris menuduh golongan
islamlah yang menjadi penggerak utama. Dalam pemberontakan tersebut, kaum
Mujahidin memang turut menjadi penggerak bagian. Inggris mengajukan bukti
dengan turut sertanya Bahadur Syah dan pemimpin-pemimpin Islam dari Kerajaan
Islam oudh dan gerakan Mujahidin dalam pemberontakan tersebut.
Sebagai
lanjutan tuduhan Inggris terhadap golongan Islam. Akibat pukulan yang
digencarkan oleh Inggris, hancurnya gedung-gedung
indah Kerajaan Mughal, dan diusirnya penduduk-penduduk Delhi sehingga mulai
saat itu Kerajaan Mughal yang menjadi kebanggaan orang Islam India tinggal
kenangan saja. Dalam penghancuran itu gerakan
mujahidin ikut dilenyapkan, namun ide-ide pemikirannya tetap ada dihati
orang-orang yang menghendaki kejayaan Islam di India.[7]
Di masa
“pemberontakan 1857” (perang pembebasan) Sayyid ahmad Khan menyelamatkan
beberapa ratus warga Inggris yang terancam pembantaian. Semua orang asing
gelisah dengan terjadinya pemberontakan, dan segera mengungsi dan berkumpul di
Bungalow. Tak lama kemudian, gerombolan orang yang dipimpin oleh Nawab Mahmud
Khan datang dan mengepungnya dan mengancam orang-orang Inggris disana.
Situasi semakin
tegang dan akhirnya sayyid ahmad khan maju, mempertaruhkan nyawanya menghadapi
gerombolan orang yang sukar dikendalikan. Meminta mereka tidak membunuh warga Ingris.
Dan dia berhasil mengevakuasi dan mengantar mereka dengan selamat ke Meerut dalam
kegelapan malam.[8]
Pihak Inggris menganggap ia telah banyak berjasa bagi mereka dan
ingin membalas jasanya, tetapi hadiah yang dianugerahkan Inggris, seperti
properti ditanah rampasan dari tuan tanah Muslim, ia tolak. Gelar sir yang
kemudian diberikan kepadanya dapat ia terima. Hubungannya dengan pihak Inggris
menjadi baik dan ini ia pergunakan untuk kepentingan umat Islam India. Dan ia
berusaha meyakinkan pihak Inggris bahwa dalam pemberontakan 1857, umat Islam
tidak memainkan peranan utama. Untuk itu ia keluarkan pamfet yang bermaksud
untuk menjelaskan tentang hal-hal yang membawa terjadinya pemberontakan 1857.
Diantara sebab-sebab yang ia sebut adalah :
1.
Intervensi Inggris dalam soal keagamaan, seperti pendidikan agama
kristen yang diberikan kepada yatim piatu di panti-panti yang diasuh oleh
Inggris, pembentukan sekolah-sekolah misi Kristen, dan penghapusan pendidikan
agama dari perguruan-perguruan tinggi.
2.
Tidak turut sertanya orang-orang india, baik Islam maupun Hindu
dalam lembaga-lembaga perwakilan rakyat. Hal ini berdampak:
a.
Rakyat India tidak mengetahui tujuan dan niat Inggris, mereka
anggap Inggris datang untuk merubah agama mereka menjadi Kristen.
b.
Pemerintah Inggris tidak mengetahui
keluhan-keluhan rakyat India.
3.
Pemerintah Inggris tidak mengikat tali persahabatan dengan rakyat
India. Sikap tidak menghormati dan tidak menghargai rakyat India membawa akibat
yang tidak baik.
Atas usaha-usahanya dan atas sikap
setia yang ia tunjukkan terhadapa Inggris, Sayyid Ahmad Khan berhasil dalam
merubah pandangan Inggris terhadap umat Islam India. Dan kepada umat Islam ia
anjurkan supaya jangan mengambil sikap melawan, tetapi sikap berteman dan
bersahabat dengan Inggris. Cita-citanya untuk manjalin hubungan baik antara
umat Islam dan Inggris, agar umat islam dapat ditolong dari kemundurannya.[9]
A.
Gagasan pembaharuan Ahmad Khan
1.
Sayyid Ahmad Khan melihat bahwa kemunduran umat Islam India karena
mereka tidak mengikuti perkembangan zaman. Peradaban Islam klasik telah hilang
dan telah timbul peradaban baru di barat. Dasar peradaban baru ini
adalah ilmu pengetahuan dan teknologi. dan inilah yang menjadi sebab utama bagi
kemajuan dan kekuatan orang barat.
2.
Dasar ketinggian dan kekuatan Barat, termasuk didalamnya Inggris,
ialah ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Untuk dapat maju, umat Islam harus
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi itu. Jalan yang harus diambil umat Islam
bukanlah bekerja sama dengan Hindu dalam menentang Inggris tetapi memperbaiki
dan memperkuat hubungan baik dengan Inggris.[10]
B.
Pemikiran sayyid ahmad khan dalam keagamaan
Sayyid Ahmad Khan adalah orang pertama di India baru yang
menyatakan pentingnya suatu penafsiran yang bebas, baru dan maju. Ia tidak
hanya sebagai pembangkit kecenderungan modernisme, tetapi sekaligus
sebagai contoh yang sempurna bagi modernisme. Orang-orang yang datang
setelahnya tidak menambahkan sesuatu yang baru, bahkan hanya mengulangi
pemikirannya dengan bentuk yang sama atau berlainan. Pemikirannya berdiri
diatas asas taqlid terhadap peradaban barat dan prinsip-prinsip materinya,
mengambil ilmu pengetahuan modern dengan seluruh isi dan landasannya, lalu menafsirkan
Islam serta al-Qur`an menggunakan tafsiran peradaban
dan ilmu pengetahuan modern di akhir abad ke-19 M. Tafsiran
tersebut mengikuti kehendak hawa nafsu, pemikiran dan presepsi orang-orang
Barat, serta meremehkan perkara-perkara ghaib yang tidak terjangkau oleh
indera, eksperimen, maupun ilmu alam (fisika).[11]
Adapun pemikiran-pemikiran agamanya adalah sebagai berikut:
1.
Sistem perkawinan dalam Islam adalah sistem monogami, dan bukan
sistem poligami sebagaimana dijelaskan oleh ulama-ulama di zaman itu. Poligami
tidak dianjurkan tapi diperbolehkan dalam kasus-kasus tertentu.
2.
Hukum pemotongan bagi pencuri bukan suatu hukum yang wajib
dijalankan, tetapi merupakan hukuman maksimal yang dijalankan dalam keadaan
tertentu. Selain hukuman potong masih ada hukum penjara bagi pencuri.[12]
3.
lemparan batu serta cambukan 100 kali bagi pezina hanya sesuai
dengan masyarakat primitive yang kekurangan tempat penjara atau tidak mempunyai
penjara.
4.
Kemudian tujuan sebenarnya dari doa ialah merasakan kehadiran
Tuhan, maksudnya doa diperlukan untuk urusan spritual dan ketentraman jiwa. Ia
menolak pemahaman bahwa doa untuk meminta sesuatu dari Tuhan dan Tuhan akan
mengabulkan permintaan itu. Bahkan ia menjelaskan bahwa kebanyakan doa tidak
pernah dikabulkan Tuhan.
- Bank Modern, transaksi perdagangan, pinjaman serta perdagangan internasional yang meliputi ekonomi modern, meskipun semua itu mencakup pembayaran bunga, tidaklah dianggap riba, karena hal itu tidak bertentangan dengan hukum al-Qur’an.
6.
Sayyid ahmad khan percaya pada kekuatan dan kebebasan akal,
sunggguh pun mempunyai batas, ia percaya pada kebebasan dan kemerdekaan manusia
dalam menentukan kehendak dan melakukan perbuatan. Dalam kata lain ia memiliki
paham qadariyah (free will and free act)dan bukan paham jabariah atau
fatalisme. Manusia, demikian pendapatnya, dianugerahi Tuhan daya-daya.
Diantaranya daya berpikir, yang disebut akal, dan daya fisik untuk melakukan
kehendaknya. Manusia mempunyai kebebasan untuk mempergunakan daya-daya yang
diberikan Tuhan kepadanya itu.
Bahkan ia menolak paham taqlid dan tidak segan-segan menyerang
paham ini. Menurutnya, sumber ajaran Islam hanyalah al-Qur`an
dan Hadis. Pendapat ulama dimasa lampau sudah tidak sesuai lagi dengan zaman
modern karena sudah banyak perubahan pada perubahan
ini. Dalam mengadakan ijtihad, ijmak dan qiyas baginya bukan sumber ajaran Islam
yang bersifat absolute. Hadis juga tidak semuanya dapat ia terima, karena ada
hadis buat-buatan. Hadis dapat ia terima sebagai sumber kecuali setelah
diadakan penelitiannya yang seksama tentang keasliannya.
Inilah pokok-pokok pemikiran sayyid ahmad khan mengenai pembaharuan
dalam Islam. Ide-ide yang dikemukakannya banyak persamaannya dengan Muhammad Abduh di Mesir. Kedua pemuka
pembaharu ini sama-sama memberi pengahargaan tinggi pada akal manusia,
sama-sama menganut paham qadariah, sama-sama percaya kepada hukum alam ciptaan
Tuhan, sama-sama menentang taklid dan sama-sama membuka pintu ijtihad yang
dianggap tertutup oleh umat Islam pada umumnya pada waktu itu. Karena kuat
kepercayaannya pada hukum alam dan kerasnya ia mempertahankan konsep hukum
alam, ia dianggap kafir oleh golongan Islam yang belum dapat menerima ide
diatas.
KESIMPULAN
Perhatian Sayyid Ahmad Khan
terhadap pendidikan umat Islam memang besar, tetapi pengaruhnya tidak terbatas
dalam bidang pendidikan saja. Melalui buku karangannya dan tulisan-tulisannya
di Tahzib Al-Akhlaq ide-ide pembaharuan yang dicetuskan menarik perhatian
golongan terpelajar Islam India. Penafsiran-penafsiran baru yang diberikannya
terhadap ajaran-ajaran Islam lebih dapat diterima golongan terpelajar ini
daripada tafsiran-tafsiran lama.
Yang menjadi dasar bagi sistem
perkawinan dalam Islam, menurutnya pendapat, adalah sistem monogami, dan bukan
sistem poligami sebagaimana dijelaskan oleh ulama-ulama di zaman itu. Poligami
tidak dianjurkan tetapi dibolehkan dalam kasus-kasus tertentu. Hukum pemotongan
tangan bagi pencuri bukan suatu hukum yang wajib dijalankan, tetapi hanya
merupakan hukum maksimal yang dijatuhkan dalam keadaan tertentu. Di samping
hukum potong tangan terdapat hukum penjara bagi pencuri.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nasution, Harun. 2014. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang.
2. Haque, M.
Atiqul. 2007. 100 Pahlawan Muslim yang Mengubah Dunia. Jogjakarta:
Diglossi.
3. Sa’id,Busthami Muhammad. 1995. Gerakan pembaruan Agama antara Modernisasi dan Tajdiduddin. Bekasi: PT Wacanalazuardi Amanah.
4. Rais, Dr.
M. Amin. 1995. Islam dan Pembaharuan Ensiklopedia
Masalah-masalah. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
5. Syaukani, Ahmad. 1997. Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam. Bandung: Pustaka Setia.
6. Lapidus,Ira. M. 1999. Sejarah Sosial Umat Islam. Jakarta: : PT RajaGrafindo Persada.
[1] Harun Nasution, pembaharuan dalam islam sejarah pemikiran dan
gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 2014), h.158
[2] M. Atiqul Haque, 100 pahlawan muslim yang mengubah dunia, jogjakarta:
Diglossi, 2007), H.I73
[3] Busthami Muhammad Sa’id, Gerakan
pembaruan Agama antara Modernisasi dan Tajdiduddin, (Bekasi: PT Wacanalazuardi
Amanah, 1995), h.129
[4] Dr. M. Amin Rais, islam dan pembaharuan Ensiklopedia
Masalah-masalah, (jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995), h.55
[5] Ahmad Syaukani, Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam, (Bandung:
Pustaka Setia, 1997), h. 67
[6] Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta: : PT
RajaGrafindo Persada, 1999), h.268
[7] Ahmad Syaukani, Perkembangan Pemikiran Modern di Dunia Islam, (Bandung,
Pustaka Setia: 1997), h. 68
[8] M. Atiqul Haque, 100 pahlawan muslim yang mengubah dunia, (Jogjakarta:
Diglossia, 2007), h.172
[9] Harun Nasution, pembaharuan dalam islam sejarah pemikiran dan
gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h.167
[10] Harun Nasution, pembaharuan dalam islam sejarah pemikiran dan
gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 2014), h.159
[11] Busthami Muhammad Sa’id, Gerakan pembaruan Agama antara Modernisasi
dan Tajdiduddin, (Bekasi: PT Wacanalazuardi Amanah, 1995), h.128
[12] Harun Nasution, pembaharuan dalam islam sejarah pemikiran dan
gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h.171
Tidak ada komentar:
Posting Komentar