Selasa, 17 Oktober 2017

QAWAID FIQHIYYAH (Pengertian Ghairu Asasi)



Pengertian Kaidah Ghairu Asasi
Kaidah ghairu asasi termasuk dalam kategori kaidah fikih, bukan kaidah ushul. Kaidah fikih adalah kaidah-kaidah yang disimpulkan secara general dari materi fikih dan kemudian digunakan pula untuk menentukan hukum dari kasus-kasus baru timbul, yang tidak jelas hukumnya dalam nash.[1]Sebelum mengetahui apa makna atau arti dari kaidah ghairu asasi, perlu diketahui apa makna kaidah asasi itu sendiri. Kaidah Asasi atau yang terkenal juga dengan sebutan al-Qawaid al-Khamsah adalah lima kaidah yang mencakup hampir seluruh kaidah fikih.
Menurutpenulis, Kaidah Ghairu Asasi adalah kaidah-kaidah yang bukan asasi. Dapat juga diartikan dengan kaidah-kaidah yang ruang lingkupnya di bawah kaidah asasi. Karena di bawah kaidah asasi, maka cakupan Kaidah ghairu asasi berkurang dan tentu jumlahnya lebih banyak daripada kaidah asasi.


الحُرُّ لَايَدْخُلُ تَحْتَ اليَدِ
 “Orang merdeka itu tidak masuk di bawah tangan atau kekuasaan.”
Kaidah ini maksudnya adalah bahwa orang yang merdeka itu tidak dikuasai oleh pihak mana pun, sebab ia tidak ada yang memiliki. Lain lagi dengan status hamba sahaya, maka dirinya di bawah kekuasaan tuannya. Dan berarti pula ia bisa dimiliki tuannya.
Contohnya:
·         Laki-laki yang berzina dengan perempuan merdeka tidak dapat dituntut membayar mas kawin, sebaliknya jika ia berzina dengan perempuan budak maka ia masih bisa dituntut membayar mas kawin karena perempuan budak berada di bawah kekuasaan majikannya.
·         Seandainya mengurung orang merdeka, dengan memperlakukannya dengan baik, kemudian dia mati tertimpa tembok yang roboh, maka tidak wajib membayar ganti ruginya. Tetapi kalau hamba wajib diganti ruginya.


اذا اجْتَمَعَ اَمْرَانِ مِنْ جِنْسٍوَاحِدٍ وَلَمْ يَخْتَلِفْ مَقْصُوْدُهُمَا دَخَلَ اَحَدُهُمَا فِي الاَخَرِ غَالِبًا

"Jika dua perkara sejenis, berkumpul, dengan tidak ada perbedaan maksud keduanya maka secara umum salah satu sudah mewakili putusan atas yang lainnya."

Contohnya:
·         Apabila berkumpul antara bersuci karena haid dan bersuci karena ada hadas besar, maka cukup dengan sekali mandi. Demikian pula apabila berkumpul waktu Id dan jum’at, cukup sekali mandi, sunnah untuk keduanya.
·         Seorang tersangka pelaku pezina dituduh melakukan zina dua kali dan ia mengakuinya di pengadilan, maka menurut hukum ia hanya dikenai hukuman zina sekali, yaitu didera seratus kali dan dibuang setahun.
·         Masuk mesjid kemudian shalat fardlu, sudah termasuk shalat tahiyatul masjid.



حَرِيْمُ الشَيْئِ بِمَنْزِلَتِهِ
Artinya : ”Yang melingkupi sesuatu itu menempati tempatnya sesuatu itu.”

1. Arti hariem
Kalimat ”hariem” ada yang menterjemahkannya dengan ”pagar” atau ”emper”.
Menurut Imam Zarkasyi, hariem adalah yang meliputi haram (اَلْحَرِيْمُ : اَلْمُحِيْطُ بِالْحَرَامِ ). Jadi ”hariem” bisa diterjemahkan dengan ”yang melingkupi”, ”yang mengitari”, atau ”yang ada disekitarnya.”

2. Dasar kaidah
Kaidah ini didasarkan atas hadist yang diceritakan oleh Bukhari Muslim, yang berbunyi :

اَلْحَلاَلُ بَيِنُ وَالْحَرَامُ بَيِنُ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَيَعْلَمُهُنَ كَثِيْرٌ مِنَ النَاسِ فَمَنِ اتَقَى الشُبُهَاتِ فَقَدِاسْتَبْرَألِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ كَالرَاعِى يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَقَعَ فِيْهِ .
Artinya : ”Halal itu terang dan harampun terang. Diantara keduanya (ada) hal-hal yang tidak jelas yang kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Maka barang siapa takut (menjaga atau tidak melakukannya) akan hal-hal yang tidak jelas (syubhat) itu, ia benar-benar telah, membersihkan agama dan kehormatannya. Dan barang siapa jatuh ke dalam syubhat, berarti jatuh ke dalam haram, laksana penggembala yang mewnggembala disekitar tanah larangan, diragukan jatuh ke dalamnya (mungkin sekali dia memasuki tanah larangan tersebut).”[2]


إعمال الكلام أولى من أهماله

"Mengamalkan ucapan itu lebih utama daripada mengabaikannya."
Suatu kalimat adakalanya jelas dan adakanya tidak jelas. Untuk kalimat yang jelas tidak ada masalah. Tetapi untuk kalimat yang tidak jelas maksudnya, kalimat terebut tidak boleh diabaikan atau lebih baik mengamalkannya.



Contohnya:
·         Apabila seseorang sedang sakit keras dan berwasiat bahwa harta warisannya akan diberikan kepada anaknya. Namun orang tersebut hanya mempunyai cucu karena anaknya telah meninggal, maka harta warisan itu milik cucunya.

·         Seorang suami berkata, kamu saya ceraikan. Maka ia dianggap telah menjatuhkan talak satu. Apalagi perkataannya itu berkaitan dengan hukum syar'i, maka dalam hal ini tidak ada ihmal (mengabaikan), karena hukum tidak boleh dipermainkan.[3]

·         Seorang mempunyai dua bejana, yang satu untuk khomer, dan yang satu lagi untuk cuka. Kemudian orang tersebut mewasiatkan salahsatu bejana itu. Wasiatnya adalah bejana cuka.


الخُرُوْجُ بِالضَّمَانِ
“Manfaat suatu benda merupakan faktor pengganti kerugian.”
Arti asal al-kharaj adalah sesuatu yang dikeluarkan baik manfaat benda maupun pekerjaan, seperti pohon mengeluarkan buah atau binatang mengeluarkan susu. Sedangkan al-dhaman adalah ganti rugi.

Contohnya:
·         Seekor binatang dikembalikan oleh pembelinya dengan alasan cacat. Si penjual tidak boleh meminta bayaran atas penggunaan binatang tadi. Sebab penggunaan binatang tadi sudah menjadi hak pembeli.
·         Qaidah ini sesuai dengan sebuah prinsip yaitu ada harga yang harus dibayar dari setiap pengorbanan. Misalnya: seorang membeli sepeda seharga Rp. 10.000,- dengan jaminan bahwa semua ordendilnya asli, ditambah perjanjian jika dikemudian hari ada onderdil yang palsu maka sepeda itu boleh dikembalikan dan uangnya kembali (garansi). Selang beberapa hari ketahuan bahwa ternyata ada salah satu onderdil sepeda tersebut yang palsu, maka si pembeli berhak menuntut dan mendapatkan uangnya kembali, sedangkan manfaat yang dirasakan pembeli tadi adalah imbangan tanggungan berupa uang Rp. 10.000,- tadi.

الخروج من الخلاف مستحبّ

“Keluar dari perbedaan pendapat adalah diutamakan.”
Dalam kehidupan bersama sering terjadi perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat ini penting dalam memberi alternatif pemecahan masalah. Tetapi, kembali pada kesepakatan itu disenangi, setelah terjadi perbedaan pendapat agar kehidupan masyarakat menjadi tenang kembali.
Dasar dari kaidah ini adalah sabda Nabi:
فمن اتقى الشبهات فقد استقرأ لدينه وعرضه
"Maka barangsiapa menjaga diri dari syubhat, maka ia telah mencari kebersihan untuk agama dan kehormatannya"


Contohnya:
·         Musafir dengan jarak kurang lebih 135 km wajib mengqashar shalat menurut beberapa ulama', untuk menghindari perbedaan yang tajam maka Syafi'i memberi fatwa bahwa mengqashar shalat adalah sunnah.


DAFTAR PUSTAKA
1. Bisri Adib M, Drs. 1977. Terjemah Al Faraidul Bahiyyah. Menara Kudus. Rembang
2. Sudirman Abbas, Ahmad, DR, MA, Sejarah Qaidah Fiqhiyyah, Jakarta: Pedoman Ilmu      Jaya, Cet. I, 2004.
3. A Djazuli. 2010. Kaidah-kaidah Fikih, cet III . Jakarta: Kencana


[1] A Djazuli, Kaidah-kaidah Fikih, cet III (Jakarta: Kencana, 2010) hlm 4
[2] Bisri Adib M, Drs. Menara Kudus. Rembang. Terjemah Al Faraidul Bahiyyah. 1977
[3] Sudirman Abbas, Ahmad, DR, MA, Sejarah Qaidah Fiqhiyyah, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, Cet. I, 2004.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH TAFSIR KLASIK ( At Tibyan fi Tafsir Al Quran ) ( karya At Thusi )

PENDAHULUAN A.    Latar Belakang Tafsir menurut bahasan merupakan bentuk masdar dari fassara – yufassir – tafsiran yang berarti menjel...