Semua berawal dari titik nol. Keberadaan kita di titik nol adalah tanda bahwa kita memang ada.Hanya yang tidak mengawali sesuatu sajalah yang berada di titik kosong. Dan kosong itu adalah lammbang ketiadaan. Mulailah, niscaya kau akan ada.
Selasa, 17 Oktober 2017
AGAMA, INTEGRASI DAN KONFLIK SOSIAL
A. PENDAHULUAN
Agama merupakan kebutuhan dasar manusia, karena agama merupakan sarana untuk membela diri terhadap segala kekacauan hidup manusia, hampir semua masyarakat menusia mempunyai agama. Akan tetapi di sisi lain banyak ditemui dalam catatan sejarah, konflik yang terjadi akibat keangkuhan manusia yang membawa agama sebagai kepentingan nagsunya, masjid-masjid indah, gereja-gereja megah, kuil-kuil dan pura mempesona, mengapa bumi bau amis darah akibat pertempuran antar agama. Kemana ajaran ihsan, ke mana ajaran tatwan asih, kemana ajaran kasih, kemana ajaran dharma. Mengapa tidak dihayati sebagai kekuatan pribadi untuk berbuat dan membangun kesejahteraan masyarakat dunia.
Apalagi ketika agama dihadapkan dengan masyarakat yang majmuk, sangat rentan terjadi konflik dan membuat lemahnya integrasi. Butuh sikap keberagamaan yang bisa meredam konflik dan menumbuhkan integritas. Sikap tersebut adalah pluralisme beragama.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai hubungan agama, konflik dan integritas. Pada bagian akhir akan dipaparkan pembahasan tentang sikap pluralisme sebagai solusi menciptakan integritas.
B. PEMBAHASAN
1) Pengertian
Pengertian Agama Secara Sosiologi
Para ilmuwan menghadapi banyak kesulitan dalam menghadapi dan merumuskan agama dengan rapi. Maslaah pokok dalam mencapai suatu defenisi yang baik ialah dalam menentukan di mana batas-batas gejala itu harus ditempatkan. Seperti yang dikemukakan oleh Roland Robertson (1970), ada dua jenis utama dalam mendefenisikan agama: inklusif dan eksklusif.
Defenisi inklusif merumuskan agama dalam arti seluas mungkin, yang memandangnya sebagai setiap sistem kepercayaan dan ritual yang diresapi dengan “kesucian” atau yang diorientasikan kepada “penderitaan manusia yang abadi”. Mereka yang menyukai pandangan inklusif pada umunya melihat agama bukan saja dari sistem teistik yang diorganisasikan sekitar konsep tentang kekuatan supernatural, tetapi juga berbagai sistem kepercayaan nonteistik seperti komunusme, nasionalisme dan humanisme.
Defenisi eksklusif membatasi istilah agama itu pada sistem-sistem kepercayaan yang mempostulatkan eksistensi makhluk, kekuasaan, atau kekuatan supernatural. Sistem-sistem kepercayaan seperti komunisme atau humanisme, karena tidak mencakup suatu dunia supernatural, secara otomatis dikeluarkan, meskipun diterima bahwa sistem-sistem kepercayaan nonteistik demikian itu mempunyai elemen-elemen yang sama dengan sistem-sistem keagamaan.
Berikut ini adalahh contoh-contoh yang baik mengenai defenisi agama yang inklusif.
Suatu agama ialah suatu sistem kepercayaan yangg disatukan oleh praktek-praktek bertalian dengan hal-hala yang yang suci, yakni, hal-hal yang dibolehkan dan dilarang – kepercayaan dan praktek-praktek yang mempersatukan suatu komunitas moral yang disebt dengan Gereja, semua mereka yang terpaut satu sama lain (Dukheim, 1965:62)
Saya merumuskan agama sebagai seperangkat bentuk dan tindakan simbolik yang menghubungkan manusia dengan kondisi akhir eksistensinya (Bellah, 1964:359)
Jadi, agama dapat dirumuskan sebagai suatu sistem kepercayaan dan praktek di mana suatu kelompok manusia berjuang menghadapi masalah-masalah akhir kehidupan manusia (Yinger, 1970:7)
Pengertian konflik sosial
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Beberapa tokoh banyak pendapat tentang definisi konflik sosial. Diantaranya adalah sebagai berikut
1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
4. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
5. Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
6. Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
7. Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
Pengertian Integrasi Sosial
Integrasi adalah pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. Bangsa adalah suatu kelompok manusia yang dianggap memiliki identitas bersama, dan mempunyai kesamaan bahasa, agama, ideologi, budaya, dansejarah. Mereka umumnya dianggap memiliki asal usul keturunan yang sama.
Integrasi Bangsa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti dua macam, yaitu:
1. Secara politis, integrasi bangsa adalah proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial ke dalam kesatuan wilayah nasional yang membentuk suatu identitas nasional.
2. Secara antropologis, integrasi bangsa adalah proses penyesuaian di antara unsur-unsur kebudayaan yang berbeda, sehingga mencapai suatu keserasian fungsi dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Integrasi bangsa adalah usaha dan proses mempersatukan perbedaan perbedaan yang ada pada suatu negara sehingga terciptanya keserasian dan keselarasan secara nasional.
Integrasi bangsa merupakan penyatuan bagian-bagian yang berbeda dari suatu keseluruhan yang lebih utuh atau memaduka masyarakat-masyarakat kecilyang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa.
Upaya untuk mewujudkan integrasi bangsa menurut Ubaidillah(2000:24), adalah setali tiga uang dengan upaya membangun kesatuan dan prsatuan bangsa. Diperlukan langkah-langkah strategis yang dpat mendorong berbagai macam bentuk perbedaan bangsauntuk saling berdialog dan berdampingan hidup secara harmonis. Salah satunya adalah dengan mulai menghentikan penggunaan klasifikasi seperti mayoritas-mayoritas, penduduk asli-pendatang, pribuni non-pribumi, lebih-lebih yang dimaksud untuk tujuan dan kepentingan politis. Semua istilah ini hanya memupuk subur sikap dan perilaku kelompok-kelompok masyarakat untuk tidak berusaha saling memahami latar belakang budaya dan kultur mereka masing-masing, sehingga berbagai prasangka yang ada justru dibiarkan tumbuh dan bahkan terkesan terpelihara oleh masing-masing kelompok.
2) Agama dan Konflik Sosial
Agama Sebagai Faktor Konflik Di Masyarakat
Agama dalam satu sisi dipandang oleh pemeluknya sebagai sumber moral dan nilai, sementara di sisi lain dianggap sebagai sumber konflik. Menurut Afif Muhammad. Agama acap kali menampakkan diri sebagai sesuatu yang berwajah ganda”. Sebagaimana yang disinyalir oleh John Effendi. yang menyatakan bahwa Agama pada sesuatu waktu memproklamirkan perdamaian, jalan menuju keselamatan, persatuan dan persaudaraan. Namun pada waktu yang lain menempatkan dirinya sebagai sesuatu yang dianggap garang-garang menyebar konflik, bahkan tak jarang, seperti di catat dalam sejarah, menimbulkan peperangan.
Sebagaiman pandangan Afif Muhammad, Betty R. Scharf juga mengatakan bahwa agama juga mempunyai dua wajah. Pertama, merupakan keenggaran untuk menyerah kepada kematian, menyerah dan menghadapi frustasi.Kedua, menumbuhkan rasa permusuhan terhadap penghancuranb ikatan-ikatan kemanusiaan. Fakta yang terjadi dalam masyarakat bahwa “Masyarakat” menjadi lahan tumbuh suburnya konflik. Bibitnya pun bias bermacam-macam. Bahkan, agama bias saja menjadi salah satu factor pemicu konflik yang ada di Masyarakat itu sendiri.
Agama dan Indikasi Konflik
Factor Konflik yang ada di Masyarakat secara tegas telah dijelaskan dalam Al-qur’an seperti dalam surat Yusuf ayat 5, disana dijelaskna tentang adanya kekuatan pada diri manusia yang selalu berusaha menarik dirinya untuk menyimpang dari nilai-nilai dan Norma Ilahi. Atau, secara kebih jelas, disebutkan bahwa kerusakan diakibatkan oleh tangan manusia, sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Rom ayat 41. Ayat-ayat ini bisa dijadikan argumentasi bahwa penyebar konflik sesungguhnya adalah manusia.
Salah satu cikal bakal konflik yang tidak bisa dihindari adalah adanya perbedaan pemahaman dalam memahami ajaran agama masing-masing pemeluk. Paling tidak konflik terjadi intra Agama atau disebut juga konflik antar Madzhab, yang diakibatkan oleh perbedaan pemahaman terhadap ajaran Agama.
Ada dua pendekatan untuk sampai pada pemahaman terhadap agama. Pertama, Agama di pahami sebagai suatu doktrin dan ajaran. Kedua, Agama di pahami sebagai aktualisasi dari doktrin tersebut yang terdapat dalam sejarah . Dalam ajaran atau doktrin agama, terdapat seruan untuk menuju keselamatan yang dibarengi dengan kewajiban mengajak orang lain menuju keselamatan tersebut. Oleh karena itu, dalam setiap agama ada istilah-istilah Dakwah, meskipun dalam bentuk yang berbeda. Dakwah merupakan upaya mensosialisasikan ajaran agama.
Bahkan, tidak jarang masing-masing agama menjastifikasikan bahwa agamanyalah yang paling benar. Apabila kepentingan ini di kedepankan, masing-masing agama akan berhadapan satu sama lain dalam menegakkan hak kebenarannya. Ini yang memunculkan adanya entimen agama. Dan inilah yang kemudian melahirkan konflik antar agama, bukan intra agama.
3) Agama dan Integrasi Sosial
Pluralisme Agama sebagai jalan integrasi
Pluralisme (bahasa Inggris: pluralism), terdiri dari dua kata plural(=beragam) dan isme (=paham) yang berarti beragam pemahaman, atau bermacam-macam paham.
Pluralisme adalah suatu paham atau pandangan hidup yang mengakui dan menerima adanya “kemajemukan” atau “keanekaragaman” dalam suatu kelompok masyarakat. Kemajemukan yang dimaksud dapat dilihat dari segi agama, suku, ras, adat-istiadat, dll. Keberagaman telah ada sejak berabad-abad. Dimana keberagaman ini dibawa oleh manusia sejak kelahirannya.
Penerimaan kemajemukan dalam paham pluralisme adalah sesuatu yang mutlak, tidak dapat ditawar-tawar. Menerima kemajemukan berarti menerima adanya perbedaan. Menerima perbedaan bukan berarti menyamaratakan, tetapi justru mengakui bahwa ada hal atau ada hal-hal yang tidak sama. Hal ini merupakan konsekwensi dari kemanusiaan. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang mempunyai harkat dan martabat yang sama, mempunyai unsur-unsur essensial (inti sari) serta tujuan atau cita-cita hidup terdalam yang sama, yakni damai sejahtera lahir dan batin. Namun dari lain sisi, manusia berbeda satu sama lain, baik secara individual atau perorangan maupun komunal atau kelompok, dari segi eksistensi atau perwujudan/pengungkapan diri, tata hidup dan tujuan hidup.
Menurut pierre L. Van den berghe masyarakat majemuk memiliki karakteristik (nasikun, 1993:33) :
a. Terjadinya segementasi kedalam bentuk kelompok-kelompok yang seringkali memiliki sub-kebudayaan yang berbeda satu sama lain,
b. Memiliki struktur sosial yang terbagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat non-komplementer,
c. Kurang mengembangkan konsensus diantara para anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar,
d. Secara relatif seringkali mengalami konflik diantara kelompom yang satu dengan yang lainnya,
e. Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan dalam bidang ekonomi,
f. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok yang lain.
Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan.
Pluralisme agama dapat dikatakan sebagai paham yang membahas cara pandang terhadap kemajemukan agama yang ada.
Pluralisme Agama Dijadikan sebagai Keniscayaan
Dalam sebuah masyarakat yang belum dewasa secara psikoemosional, perbedaan terlalu sering dianggap sebagai permusuhan, padahal kekuatan yang pernah melahirkan peradaban-peradapan besar justru didorong oleh perbedaan pandangan dalam melihat sesuatu. Gesekan pendapat jika didialogka secara dewasa akan merumuskan pandangan yang lebih kuat dan komprehensif.1(Syarif Maarif, Ahmad, 2009:178)
Pluralisme agama dapat juga dipandang sebagai suatu berkah, karena kemajemukan itu sendiri selain dapat menjadi sumber konflik dan perpecahan, sebenarnya juga dapat berpotensi sebagai sumber kekuatan manakala potensi itu dapat dikelola dan dikembangkan ke arah pencapaian kesejahteraan dan persatuan bangsa.
Pada dasarnya paham pluralisme kemajemukan tidak hanya cukup dengan sikap mengkui dan menerima kenyataan bahwa masyarakat itu bersifat majemuk namun, yang lebih penting adalah dengan disertai sikap tulus menerima kenyataan kemajemukan itu sebagai hal positif, karena memperkaya pertumbuhan budaya melalui interaksi dan pertukaran budaya yang beragam karena, pluralisme juga merupakan perangkat yang dapat mendorong pengayaan budaya.
Pluralisme agama berarti bahwa hakikat adanya keselamatan bukanlah monopoli satu agama tertentu. Semua agama menyimpan hakikat yang mutlak dan sangat agung. Menjalankan program masing-masing agama bisa menjadi sumber keselamatan. Dengan
demikian, hilanglah pergumulan antar agama, dan pada gilirannya, permusuhan, konflik dan perdebatan menyangkut agama akan digantikan dengan keharmonisan dan solidaritas.
Untuk mendukung konsep pluralisme tersebut, diperlukan adanya toleransi antar sesama umat beragama. Meskipun hampir semua masyarakat yang berbudaya kini sudah mengakui adanya kemajemukan sosial, namun dalam kenyataannya, permasalahan toleransi masih sering muncul dalam kehidupan masyarakat
Dalam percakapan sehari-hari, kata toleransi dan kerukunan seolah tidak ada perbedaan. Pada dasarnya dua kata ini berbeda, namun saling berkaitan. Kerukunan berarti mempertemukan unsur-unsur yang berbeda, sedangkan toleransi merupakan sikap atau refleksi dari kerukunan. Tanpa toleransi ke-rukunan tidak pernah ada, sedangkan toleransi tidak pernah tercermin bila ke-rukunan belum terwujud. Istilah toleransi ini berasal dari bahasa Inggris yaitu“tolerance” yang artinya membiarkan, mengakui dan menghormati keyakinan orang lain tanpa memerlukan persetujuan. Dalam bahasa Arab disebut“tasamuh” berarti saling mengizinkan, saling memudahkan.
Bagaimana kita menyikapi ateisme? Orang ateis berhak hidup bebas di muka bumi, tetapi bukan bebas dalam arti liar. Sebuah masyarakat tidal mungkin tegak dengan baik, jika keliaran harus diberi tempat. Seorang ateis harus menghormati kaum teis, begitu pula sebaliknya. Karena bumi yang dapat ditinggali manusia hanya satu ini. Sepanjang yang kita tahu, maka harus ada aturan yang mengikat kehidupan bersama agar berlangsung harmonis, damai dan aman. Seorang yang teis atau beriman tidak dapat menklaim bahwa hanya dialah yang berhak hidup di muka bumi, sementara orang ateis harus dimusuhi dan diperangi. Dengan prinsip serupa orang ateis tidak boleh memonopoli atas planet bumi dengan mengatakan bahwa orang yang beriman atau teis adalah orang dungu dan harus dihalau ke luar bumi.
Agar planet bumi dapat didiami bersama dengan penuh toleransi dengn menenggang perbedaan, maka kaum teis dan ateis harus mau hidup bersama untuk mengatur bumi ini. Masing-masing pihak tidak punya hak untuk menghabisi yang lain.
Cobalah ikuti makna ayat ini: Dan diantara ayat-ayat-Nya ialah penciptaan langit dan bumi, perbedaan lisan(bahasa)-mu dan warna kulitmu. Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat ayat-ayat bagi orang-orang yang berilmu. Dengan demikian, kemajemukan memang sengaja diciptakan oleh Allah agar peradapan umat manusia penuh warna dn saling memperkaya.2
C. KESIMPULAN
agama dapat dirumuskan sebagai suatu sistem kepercayaan dan praktek di mana suatu kelompok manusia berjuang menghadapi masalah-masalah akhir Kehidupan manusia
konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
Integrasi adalah pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. Bangsa adalah suatu kelompok manusia yang dianggap memiliki identitas bersama, dan mempunyai kesamaan bahasa, agama, ideologi, budaya, dan sejarah. Mereka umumnya dianggap memiliki asal usul keturunan yang sama.
Sebagaimana yang disinyalir oleh John Effendi. yang menyatakan bahwa Agama pada sesuatu waktu memproklamirkan perdamaian, jalan menuju keselamatan, persatuan dan persaudaraan. Namun pada waktu yang lain menempatkan dirinya sebagai sesuatu yang dianggap garang-garang menyebar konflik, bahkan tak jarang, seperti di catat dalam sejarah, menimbulkan peperangan.
Salah satu cikal bakal konflik yang tidak bisa dihindari adalah adanya perbedaan pemahaman dalam memahami ajaran agama masing-masing pemeluk. Paling tidak konflik terjadi intra Agama atau disebut juga konflik antar Madzhab, yang diakibatkan oleh perbedaan pemahaman terhadap ajaran Agama.
Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan.
Pluralisme agama dapat dikatakan sebagai paham yang membahas cara pandang terhadap kemajemukan agama yang ada.
Pluralisme agama dapat juga dipandang sebagai suatu berkah, karena kemajemukan itu sendiri selain dapat menjadi sumber konflik dan perpecahan, sebenarnya juga dapat berpotensi sebagai sumber kekuatan manakala potensi itu dapat dikelola dan dikembangkan ke arah pencapaian kesejahteraan dan persatuan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Arif M, Kerukunan Beragama Pada Era Globalisasi. 1997. Bandung
Betty R, Schrarf. Sosiologi Agama, Terj. The Sociological Study Of Relegion oleh Drs. Machnun Husein. 2004. Jakarta.
Johan Efendi. Dialog Antar Umat Beragama, Bisakah Mihakun Teologi Kerukunan Dalam Prisma. 1978. Jakarta
Taniredja, Tukiran. Pendidikan Kewarganegaraan.2012.Bandung.Alfabeta
Syafii Maarif, Ahmad. Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan.2009.Bandung.PT Mizan Pustaka
http://www.bonarsitumorang.com/2016/03/agama-konflik-dan-integrasi.html
http://tugasgalau.blogspot.sg/2015/11/makalah-tentang-konflik-sosial.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
MAKALAH TAFSIR KLASIK ( At Tibyan fi Tafsir Al Quran ) ( karya At Thusi )
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tafsir menurut bahasan merupakan bentuk masdar dari fassara – yufassir – tafsiran yang berarti menjel...
-
Pengertian Kaidah Ghairu Asasi Kaidah ghairu asasi termasuk dalam kategori kaidah fikih, bukan kaidah ushul. Kaidah fikih adalah kaid...
-
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat - NYA sehingga makalah ini dapat tersusun...
-
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tafsir menurut bahasan merupakan bentuk masdar dari fassara – yufassir – tafsiran yang berarti menjel...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar