الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلَا تَكُنْ مِنَ
الْمُمْتَرِينَ (60)
(Apa yang telah Kami
ceritakan itu), itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu, karena itu
janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu.
الْحَقُّ : Kebenaran
فَلَا تَكُنْ : Maka Janganlah
kamu
مِنْ رَبِّك : Dari Tuhanmu
مِنَ الْمُمْتَرِينَ :
orang-orang yang ragu
Dimaksud dengan Itulah
yang benar yang datang dari Tuhan adalah bahwa apa yang telah diberitakan
Allah kepada Nabi Muhammad saw, tentang Nabi Isa dan Maryam itulah yang benar
bukan seperti apa yang telah dikatakan
oleh orang-orang Nasrani bahwa Al Masih itu adalah putra Tuhan; dan bukan pula
seperti anggapan orang-orang Yahudi bahwa Nabi Isa itu hasil perzinaan antara
Maryam dengan Yusuf An Najar. Dengan demikian orang-orang Islam telah mendapat
pengetahuan yang meyakinkan mengenai Isa dan Maryam itu tidak boleh ragu-ragu
lagi.
Larangan ini ditujukan
kepada Nabi Muhammad saw, padahal tidak mungkin terjadi Nabi Muhammad akan
bersifat ragu-ragu terhadap ayat Allah. Hal ini mempunyai dua pengertian:
1.Bahwasanya Nabi
Muhammad saw, pada saat mendengar ayat ini bertambahlah keyakinannya dan ia
merasa puas dengan keyakinannya itu.
2.Kalau Nabi Muhammad
saw, yang mempunyai kedudukan yang tinggi dilarang ragu-ragu terhadap kebenaran
kisah itu, maka umatnya lebih diIarang lagi.
Munasabah Ayat:
Dalam ayat ini terdapat
peneguhan dan penenteraman hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari
ayat ini diambil sebuah prinsip, bahwa perkara yang ditegaskan oleh dalil-dalil
bahwa hal itu adalah hak (benar) dan meyakinkan hamba baik terkait dengan
masalah ‘aqidah maupun lainnya, maka wajib diyakini bahwa selain itu adalah
batil, dan bahwa semua syubhat yang datang kepadanya adalah fasid (rusak), baik
hamba tersebut sanggup menolak syubhat itu maupun tidak. Dengan prinsip ini,
semua kemusykilan yang dilontarkan oleh ahli kalam dan ahli mantiq dapat
tersingkirkan, kalau pun seseorang hendak membantah, maka hal itu merupakan
kerelaan menambah amalan. Kalau pun tidak membantah, maka tugasnya adalah
menerangkan kebenaran dengan dalil-dalilnya dan berdakwah kepadanya.
فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ
بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا
وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ
نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَتَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ (61)
Siapa yang membantahmu[1]
tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah
(kepadanya): "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu,
istri-istri kami dan istri-istri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian
marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah
ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.
فَمَنْ حَاجَّكَ :Maka siapa yang membantahmu
ثُمَّ نَبْتَهِلْ :Kemudian kita bermubahalah[2]
تَعَالَوْا نَدْعُ :Marilah kita memanggil
عَلَى الْكَاذِبِينَ :Atas orang-orang yang dusta
Dalam sejarah disebutkan
pada tahun kesepuluh hijriah, Rasul Saw mengutus satu tim ke Madinah dengan
misi menyampaikan Islam ke daerah Najran. Mereka berdialog mengenai Isa as dan
tak bersedia menerima kebenaran, sehingga Tuhan memerintahkan Rasulullah Saw
untuk melakukan mubahalah (sumpah). Oleh karena itu, Rasul berkata kepada
kumpulan Kristen itu, "Kalian bawalah anak-anak, wanita-wanita dan kerabat
kalian, kamipun akan membawa anak-anak serta wanita-wanita dan kerabat kami,
lalu kita berkumpul di suatu tempat, bersimpuh dan bermunajat ke hadirat Tuhan,
kita minta darinya, siapa di antara kita yang sesat, hendaknya dijauhkan dari
rahmat-Nya dan dikenakan siksa atau hukuman.
Kaum Kristen Najran yang
mendengar usulan ini meminta waktu untuk bermusyawarah tentang tawaran ini.
Para pemuka dan tokoh Kristen berkata, "Terimalah usulan itu, namun jika
kalian saksikan nanti Muhammad tidak membawa orang-orang banyak, melainkan
disertai beberapa orang saja dari orang-orang yang dicintainya, maka jangan
diteruskan dan berkompromilah dengan Muhammad."
Hari yang
ditunggu-tunggu telah tiba. Kelompok Kristen yang melihat Rasul hanya
membawa empat orang yakni putrinya Fatimah az Zahra, menantunya Ali Bin Abi
Thalib, dan dua cucunya Hasan dan Husein. Salah seorang dari mereka berkata,
"Aku menyaksikan wajah-wajah yang apabila mengangkat tangan berdoa, gunung
akan tercabut dan jika mereka mengutuk kami, maka tak seorangpun dari kami yang
akan selamat, dari itulah, kami mundur dari mubahalah."
Ajakan Nabi saw untuk bermubahalah itu menunjukkan adanya
keyakinan yang penuh terhadap kebenaran apa yang beliau katakan, sebaliknya
keengganan orang-orang yang diajak untuk bermubahalah menunjukkan alasan dan
kepalsuan kepercayan mereka.
Di dalam ayat ini
terdapat suatu pelajaran bahwa wanita harus diikut sertakan untuk turut
bersama-sama lelaki menghadapi persoalan yang penting. Hal ini menunjukkan
kelebihan agama Islam dari agama lain. Juga terdapat suatu petunjuk bahwa
menurut ajaran Islam, para wanita sama hak dan kewajibannya dengan laki-laki
dalam berbagai urusan.
Dari ayat tadi terdapat
poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Pertanyaan harus
dijawab dengan argumentasi yang logis, namun mereka yang keras kepala dan
membangkang tidak akan punya jawaban melainkan kemurkaan dan laknat TuhanNya.
Orang-orang yang selalu mencari alasan berarti mereka sedang menunggu hukuman
Tuhan.
2. Jika kita meyakini
agama Allah, maka kita harus berdiri tegak dan hendaknya kita ketahui bahwa
pihak musuh akan mundur karena kebatilannya.
3. Meminta bantuan dari
gaib (Tuhan) saatnya adalah setelah berikhtiar. Rasul pada awalnya melakukan
tabligh dan dialog, baru setelah itu memasuki tahap doa dan mubahalah.
إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّ وَمَا
مِنْ إِلَهٍ إِلَّا اللَّهُ وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (62)
Sesungguhnya ini adalah
kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah; dan sesungguhnya
Allah, Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّ :Sungguh
ini kisah yang benar
الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ :
Maha Perkasa dan Bijaksana
Allah menjelaskan bahwa
kisah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, tentang Nabi Isa itu, itulah
yang benar, bukan pendapat orang-orang Nasrani dan bukan pula pendapat
orang-orang Yahudi. Selanjutnya ditegaskan bahwa tidak ada Tuhan yang wajib
disembah melainkan AIlah karena Allah-lah yang menciptakan segala sesuatu dan
tak satupun yang dapat menyamai-Nya. Di dalam ayat ini jelas terdapat suatu
bantahan terhadap orang Nasrani yang mengatakan bahwa Allah itu salah satu dari
oknum yang ketiga.
Pada ayat yang lain Allah berfirman:
لقد كفر الذين قالوا إن الله ثالث ثلاثة
Artinya:
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang mengatakan:
"Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga." (Q.S Al Ma'idah: 73)
Kemudian Allah SWT menegaskan lagi bahwa Allah-lah
yang Maha Perkasa Yang Maha Bijaksana, tak ada yang dapat menandingi-Nya.
فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ
بِالْمُفْسِدِينَ (63)
Kemudian jika mereka
berpaling (dari kebenaran), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui orang-orang
yang berbuat kerusakan.
فَإِنْ تَوَلَّوْا : Maka jika mereka berpaling
عَلِيمٌ بِالْمُفْسِدِينَ : Maha mengetahui terhadap orang-orang yang berbuat kerusakan
Setelah kejadian
mubahalah, Allah Swt berfirman kepada Nabi-Nya, "Apa yang telah Kami
turunkan berkenaan dengan Isa al-Masih kepadamu merupakan kisah benar kehidupan
beliau yang hanya diketahui oleh Allah Swt. Dan apa yang dikira oleh masyarakat
bahwasanya beliau adalah anak Allah, tidak lebih dari sekedar kebohongan.
Karena Tuhan adalah satu dan tidak ada sesembahan selain-Nya. Maka orang yang
menolak kebenaran, hendaklah mengetahui bahwa Tuhan mengetahui perbuatan mereka
dan berkuasa untuk menghukum mereka.
Pada prinsipnya,
kisah-kisah yang populer di kalangan masyarakat tidaklah keluar dari dua keadaan.
Boleh jadi roman dan cerita fiktif yang sama sekali tidak benar dan produk
imajinasi seorang penulis cerita atau ditulis berdasarkan sejarah kaum-kaum
silam, namun kebenaran dan kebohongan telah diaduk dan telah dimasuki khurafat.
Dari ayat tadi terdapat
tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sekiranya al-Quran
tidak ada, niscaya sosok Isa al-Masih dan banyak lagi nabi serta kaum terdahulu
tidak jelas bagi kita.
2. Menentang kebenaran
merupakan contoh dari kerusakan yang menyeret seseorang dan juga masyarakat
kepada kesesatan.
3. Jika kita perhatikan,
semua tindak-tanduk kita diawasi oleh Tuhan , maka hendaknya kita waspada akan
tindak-tanduk kita sendiri.
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى
كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا
نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ
اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ (64)
Katakanlah: "Hai
Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan)[3]
yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah
kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak
(pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah.
Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa
kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ : Wahai ahli kitab
وَلَا يَتَّخِذَ :Dan tidak menjadikan
أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا
اللَّهَ : Bahwa tidaklah kami menyembah
أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ :Tuhan-tuhan dari selain Allah selain Allah
Al-Quran dalam ayat-ayat
sebelumnya, pada tahap awal mengajak kaum Kristen untuk menerima Islam
berdasarkan argumentasi dan logika. Namun karena mereka menolak, mereka ditantang
mubahalah, tetapi mereka tidak bersedia. Dalam ayat ini, Allah Swt berfirman
kepada Rasul-Nya, "Katakanlah kepada mereka, jika mereka tidak bersedia
menerima Islam, paling tidak datanglah dan kita bersatu atas dasar ideologi dan
pemikiran yang sama antara satu dengan lain dan kita tegak berdiri di hadapan
syirik dan kekufuran. Meskipun kalian meyakini Trinitas, namun di dalamnya,
kalian tidak menyaksikan adanya perbedaan dengan tauhid, dari itulah, kalian
meyakini keesaan atau kesatuan dalam tatslist(tiga), maka datanglah, kita
temukan persatuan atas tauhid sebagai satu dasar kolektif dan kita murnikan hal
itu dari penafsiran-penafsiran yang salah yang hasilnya adalah kesyirikan.
Sebagian cendikiawan
Kristen menukar halal dan haram dari pikirannya sendiri, padahal perbuatan ini
hanyalah hak Allah. Oleh karenanya al-Quran menyebutkan, "Janganlah kalian
mengikuti orang-orang semacam ini, dimana mereka memandang diri mereka sebagai
sekutu Allah dalam menetapkan peraturan."
Akhir atau penutupan
ayat ditujukan kepada Muslimin, Allah Swt berfirman, "Jika kalian menyeru
Ahlul Kitab untuk bersatu, namun mereka membantah, maka janganlah kalian ngeri
dan lemah untuk melanjutkan jalan itu dan nyatakanlah dengan tegas, bahwa kami
hanya tunduk kepada Allah, berpalingnya kalian dari agama sama sekali tidak ada
pengaruhnya kepada Kami.
Dari ayat tadi terdapat
tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Al-Quran mengajak
kita kepada persatuan dengan Ahlul Kitab dengan memandang sisi kesamaan. Maka
setiap perbedaan yang memecahbelah di kalangan Muslimin, adalah suatu hal yang
bertentangan dengan al-Quran dan Islam.
2. Semua manusia adalah
setara dengan lainnya dan tak seorangpun yang berhak menguasai lainnya,
melainkan dengan perintah Tuhan.
3. Kaum Muslimin harus
mengajak kaum Kristen agar masuk Islam dan kalau mereka tidak dapat mencapai
semua tujuan di jalan ini, hendaknya mereka tidak berputus asa dalam usaha
untuk menggapai sebagian dari tujuan itu.
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تُحَاجُّونَ فِي
إِبْرَاهِيمَ وَمَا أُنْزِلَتِ التَّوْرَاةُ وَالْإِنْجِيلُ إِلَّا مِنْ بَعْدِهِ
أَفَلَا تَعْقِلُونَ (65)[4]
Hai Ahli Kitab, mengapa
kamu bantah-membantah tentang hal Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak
diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu tidak berpikir?
لِمَ تُحَاجُّونَ : Mengapa
kalian bantah-membantah
أُنْزِلَتِ التَّوْرَاةُ
وَالْإِنْجِيلُ : Diturunkan Taurat dan Injil
Allah Ta'ala mengingkari
orang-orang Yahudi dan Nasrani yang saling berbantah-bantahan diantara mereka
mengenai Ibrahim serta pengakuan setiap kelompok dari mereka bahwa Ibrahim adalah dari golongan mereka, sebagaimana
Muhammad bin 'Ishaq bin Yasar mengatakan dari Ibnu 'Ábbas , ia
berkata,"Orang-orang Nasrani Najran dan para pendeta Yahudi berkumpul di
tempat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam , lalu mereka saling bertengkar
dihadapan beliau. Para pendeta Yahudi itu berkata,"Ibrahim itu tiada lain
adalah seorang Yahudi". Sedang orang Nasrani berkata,"Ibrahim itu
tidak lain adalah seorang Nasrani"
Maka Allah menurunkan
ayat ini ," Hai Ahlul Kitab, mengapa kamu bantah membantah tentang hal
Ibrahim?" maksudnya hai orang Yahudi, bagaimana mungkin kalian mengakuinya
bahwa Ibrahim seorang Yahudi, padahal zaman itu sebelum Allah menurunkan Taurat
kepada Musa alaihi salam, dan bagaimana mungkin hai orang-orang Nasrani, kalian
mengakuinya bahwa ia seorang Nasrani, padahal agama Nasrani itu adalah setelah
masanya Ibrahim berlalu.
هَا أَنْتُمْ هَؤُلَاءِ حَاجَجْتُمْ فِيمَا
لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ فَلِمَ تُحَاجُّونَ فِيمَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ
وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (66)
Beginilah kamu, kamu ini
(sewajarnya) bantah membantah tentang hal yang kamu ketahui, maka kenapa kamu
bantah-membantah tentang hal yang tidak kamu ketahui?; Allah mengetahui sedang
kamu tidak mengetahui.
هَا أَنْتُمْ : Baginilah
kalian
فَلِمَ تُحَاجُّونَ : Kenapa kalian bantah-membantah
Hal ini merupakan
penolakan terhadap orang-orang yang berbantah-bantahan mengenai suatu hal yang
sama sekali tidak mereka ketahui. Karena sesungguhnya orang-orang Yahudi dan
Nasrani itu berbantah-bantahan mengenai Ibrahim tanpa didasari pengetahuan.
Sekiranya mereka memperdebatkan mengenai sesuatu yang ada pada mereka yang
mereka ketahui, seperti yang berkenaan dengan agama mereka yang telah
disyari’atkan bagi mereka sampai pada pengutusan Muhammad, tentu yang demikian
itu akan lebih baik bagi mereka. Namun sayangnya mereka memperdebatkan sesuatu
yang mereka tidak mengetahui.
Oleh karena itu, Allah
mengingkari apa yang mereka lakukan tersebut serta memerintahkan mereka untuk
menyerahkan apa yang mereka tidak ketahui itu kepada Allah yang Mahamengetahui
semua hal yang ghaib dan yang nyata, yang mengetahui segala sesuatu dengan
sebenar-benarnya dan sejelas-jelasnya. Untuk itu Dia berfirman:
وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ
لَا تَعْلَمُونَ “Allah mengetahui sedang
kamu tidak mengetahui.”
مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ
يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ
مِنَ الْمُشْرِكِينَ (67)
Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula)
seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus[5]
lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk
golongan orang-orang musyrik.
حَنِيفًا : Seorang yang berserah
diri
مُسْلِمًا : Berserah diri
Ayat yang lalu baru
mengecam kebodohan dan perbantahan mereka, maka ayat ini membantah kebohongan
mereka, Nabi Ibrahim bukan seorang Yahudi sebagaimana diakui oleh orang-orang
Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, seperti diakui orang Nasrani, dengan
dalil seperti yang telah dikemukakan, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus
lagi berserah diri kepada Allah dan juga sekali-kali bukanlah dia termasuk
golongan orang-orang musyrik, yang dapat diduga oleh orang-orang musyrik Mekkah
yang mengaku mengikuti agama beliau. Ajaran Nabi Ibrahim AS, adalah hanif,
tidak bengkok, tidak memihak kepada pandangan hidup orang-orang Yahudi, tidak
juga mengarah kepada agama Nasrani yang penganut-penganutnya juga mengajak kaum
muslimin untuk memeluk agama mereka.[6]
إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِإِبْرَاهِيمَ
لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ وَهَذَا النَّبِيُّ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاللَّهُ وَلِيُّ
الْمُؤْمِنِينَ (68)
Sesungguhnya orang yang
paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini
(Muhammad), serta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah
Pelindung semua orang-orang yang beriman.
لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ : orang-orang yang mengikutinya
أَوْلَى النَّاسِ
بِإِبْرَاهِيمَ : orang yang paling dekat
Ayat ini memperkenalkan
Ibrahim as sebagai pencari kebenaran dan jauh dari
segala bentuk syirik dan penyembahan berhala serta hanya pasrah kepada Tuhan.
Ibrahim menasihatkan, "Wahai pengikut Musa dan Isa, dari pada kalian bersikap
fanatik terhadap agama kalian. Sebaiknya kalian mencari kebenaran dan pasrah
kepada Tuhan. Puncak atau Sumber perpecahan dan perselisihan kalian adalah
egoisme bukannya penyembahan Tuhan yang Esa.
Ketahuilah bahwa penyembahan diri adalah perbuatan syirik yang paling
parah di mata Allah Swt."
Jika kalian ingin dekat
dengan Nabi Ibrahim as, tapi dengan cara
menyalahgunakan popularitas beliau, maka ketahuilah bahwa kesetiaan pada
agama tidak dapat dibuktikan hanya dengan lisan dan pengakuan. Orang yang terdekat dengan Nabi Ibrahim as
adalah orang yang mengikuti jalan beliau yang terpuji dan menunjukkan kesetiaannya itu dalam praktik.
وَدَّتْ طَائِفَةٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ
يُضِلُّونَكُمْ وَمَا يُضِلُّونَ إِلَّا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ (69)
Segolongan dari Ahli Kitab ingin
menyesatkan kamu, padahal mereka (sebenarnya) tidak menyesatkan melainkan
dirinya sendiri, dan mereka tidak menyadarinya.
وَدَّتْ : Menginginkan
طَائِفَةٌ : Segolongan
لَوْ يُضِلُّونَكُمْ : Sekiranya mereka dapat menyesatkan kalian
Di
zaman Rasulullah s.a.w. mereka telah mencoba hendak menyesatkan kaum yang
beriman dengan berbagai usaha, akhirnya mereka telah menuju keruntuhan sendiri
dengan perbuatan mereka. Di zaman-zaman seterusnyapun demikian pula; kerapkali
kejadian, karena maksud hendak menyesatkan kaum Muslimin dari ajaran agama
mereka, mereka telah menyesatkan diri sendiri dengan tidak merasa. Yaitu mereka
telah tersesat dari kejujuran kepada kedustaan.
Setelah ahli tafsir meriwayatkan
bahwa orang-orang Yahudi pernah membujuk tiga orang sahabat yang terkemuka,
yaitu Mu'az bin Jabal dan Huzaifah bin al-Yaman dan Ammar bin Yasir
bercakap-cakap secara halus, mempropagandakan kepada mereka keindahan agama
Yahudi dan kelemahan Islam. rupanya mereka sangka ketiga sahabat yang terkenal
itu bodoh, sebagai kebanyakan orang Arab jahiliyah sebelum datang Islam, yang
kecerdasan mereka itu lebih rendah dari kecerdasan umumnya orang Yahudi.
Keinginan orang-orang Yahudi itu
tidak berhasil, melainkan sebaliknya. Ialah bahwa merekalah yang terus sesat,
bukan sahabat Rasulullah saw yang dipropagandai itu. Hal seperti kerapkali juga
kejadian di zaman sekarang; beberapa propagandis Kristen keluar masuk rumah
orang Islam, hendak mengajak orang Islam memeluk agama yang mereka peluk.
Kerapkali kejadian bahwa mereka
pulang dengan tangan hampa atau lekas lari meninggalkan tempat itu, sebab takut
akan terganggu kepercayaannya sendiri oleh kuatnya hujjah orang Islam tadi
membatalkan agamanya. Mereka terpaksa mempertahankan kesesatan mereka itu,
sebab mereka adalah memegang disiplin dari yang mengutusnya mengadakan
propaganda. Dan hidup mereka (gaji) bergantung kepada kegiatan mereka. Dan
bukan orang yang dipropagandainya yang sesat, mel0ainkan dia sendiri yang terus
dalam kesesatan.
[1]
Yakni setelah kamu menyampaikan bukti-bukti yang jelas yang menerangkan bahwa
Isa adalah hamba Allah, bukan tuhan, namun ternyata ia tetap membantahmu, maka
mendebatnya lagi tidak ada faedah. Oleh karena itu, ajaklah mereka bermubahalah
(saling berdo’a menimpakan laknat kepada yang berdusta).
[2] Mubahalah ialah
masing-masing pihak diantara orang-orang yang berbeda pendapat mendo'a kepada
Allah dengan bersungguh-sungguh, agar Allah menjatuhkan la'nat kepada pihak
yang berdusta. Nabi mengajak utusan Nasrani Najran bermubahalah tetapi mereka
tidak berani dan ini menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW
[3] Kalimat
ini merupakan kalimat yang disepakati oleh para nabi dan rasul, dan tidak ada
yang menyelisihinya selain orang yang keras kepala dan sesat. Kalimat tersebut
bukanlah kalimat yang khusus bagi pihak tertentu, bahkan semua juga harus
memilikinya. Hal ini merupakan sikap adil dalam berbicara dan inshaf dalam
berdebat. Kalimat tersebut adalah kalimat Laailaahaillallah sebagaimana yang
diterangkan pada kalimat selanjutnya.
[4]
Orang Yahudi dan Nasrani masing-masing menganggap Ibrahim a.s. itu dari
golongannya. Lalu Allah membantah mereka dengan alasan bahwa Ibrahim a.s. itu
datang sebelum mereka
[5] Lurus
berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.
(Hanifan artinya berpaling dari kemusyrikan, menuju kepada iman)
[6] M.
Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah ,(Jakarta: Lentera Hati, 2002) hal.118
Tidak ada komentar:
Posting Komentar